Oleh: Andi Fatihul Faiz Aripai
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hadis, Fakultas Ushuluddin, UIN Sunan Kalijaga
andifatihul16@gmail.com
SAAT ini, kemudahan yang ditawarkan kepada kita semua sebagai generasi millenial sangatlah kompleks. Hampir seluruh kesulitan yang ditemukan oleh kaum millenial bisa teratasi dengan sekali konsultasi ke mbah mereka, yang kita kenal dengan istilah mbah google itu.
Dengan kemudahan yang ditemukan akhirnya di tengah-tengah semangat hijrah kaum millenial banyak ditemukan fenomena ustas dan dai dadakan. Ustasd dan dai dadakan ini biasanya berasal dari santri asuhan mbah kyai al-gugelliyyah.
BACA JUGA: Fatwa yang Mengubah Segalanya
Setelah merasa paham akan ilmu agama yang diberikan oleh mbah kyai al-gugeliyyah, tiba-tiba mereka menjadi ahli fatwa dadakan yang berani beraninya melabeli sesuatu dengan halal-haram, sunnah-bid’ah dan sesat-selamat. Dengan paham satu ayat ataupun hadis saja dari mbah kyai al-gugeliyyah mereka sudah berani berfatwa dengan itu.
Alasan mereka cukup simple, nabi Muhammad saw bersabda “ballighu ‘anni walau ayah”, “sampaikanlah dariku meski hanya satu ayat”.
Benarkah demikian? Apakah benar boleh berfatwa hanya dengan satu hadis saja? Lalu bagaimana sebenarnya maksud dari hadis yang gemar mereka kutip itu?
Sebelum lebih jauh mari kita lihat secara lengkap hadis tersebut terlebih dahulu.
حدثنا أبوعاصم الضحاك بن مخلد أخبرنا لأوزا عيحدثنا حسان بن عطية عن أبي كبشة عن عبد الله بن عمرو أن النبي صلى الله عليه وسلم قال بلغوا عني ولو آية وحدثوا عن بني إسرائيل ولا حرج ومن كذب علي متعمدا فليتبوأ مقعده من النار.
Telah bercerita pada kami Abu Ashim Al-Dlahlak bin Makhlad, telah mengabarkan pada kami Al-Awza’iy, telah bercerita pada kami Hassan bin Athiyyah dari Abi Kabsyah dari Abdullah bin Amru bahwa nabi bersabda,”sampaikanlah dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Israil dan itu tidak apa(dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiaplah-siaplah menempati tempat duduknya di neraka.”
Hadis tersebut terdapat pada kitab shahih bukhari hadis nomor 3202, sunan Abi Dawud nomor hadis 3177, sunan at-tirmidzi hadis nomor 2593 dan musnad ahmad hadis nomor 6198 (Hosen, 2019).
Menurut Prof. Nadirsyah Hosen dalam bukunya yang berjudul saring sebelum sharing setidaknya ada tiga poin penting akan maksud dari hadis tersebut.
Pertama, menurut beliau hadis tersebut berbicara soal penyampaian informasi. Pada saat nabi menerima wahyu terkadang nabi hanya didampingi oleh dua atau tiga sahabat saja dan saat nabi menjelaskan wahyu yang beliau terima di mesjid terkadang sahabat ada yang tidak hadir pada waktu itu. Itulah sebabnya dalam riwayat lain di temukan sabda nabi “Hendaklah yang hadir menyampaikan pada yang tidak hadir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Inilah konteks dari hadis “sampaikanlah dariku meski hanya satu ayat”. Nabi meminta kepada sahabat yang hadir atau yang mendengar penjelasan nabi mengenai wahyu untuk menjelaskan kepada sahabat yang lain yang tidak sempat mendengar langsung penjelasan nabi. Dengan demikian, jikalau sahabat hanya mendengar satu ayat namun sahabat yang lain belum mengetahui ayat tersebut maka hendaklah sahabat tersebut menyampaikannya meskipun hanya satu ayat saja. Kurang lebih begitulah penjelasan Ibnu Hajar dalam Fath Al-Barinya.
Kedua, hadis tersebut juga mengisyaratkan bahwa menyampaikan informasi tak hanya berasal dari nabi melainkan juga dari Bani Israil. Secara tidak langsung hadis tersebut mengajarkan kepada kita akan pentingnya keseimbangan dalam memberikan informasi. Jika kita tidak suka pada kelompok tertentu bukan berarti kita malah menyembunyikan informasi terkait tentang kelompok tersebut. Ini tidak sesuai dengan contoh yang diberikan nabi.
BACA JUGA: Perbedaan antara Hukum dan Fatwa
Ketiga, terdapat larangan pada hadis tersebut yaitu berdusta atas nama nabi Muhammad saw. Seseorang yang berani berbohong atau mengada-adakan cerita bahwasanya itu berasal dari nabi namun sebenarnya itu hanya dusta belaka maka seseorang tersebut dijamin oleh nabi masuk ke dalam neraka. Seperti yang dikatakan di akhir hadis tersebut.
Maka dari itu, dengan melihat teksnya secara lengkap kita menjadi paham bahwa hadis tersebut tidak bermakna boleh berfatwa atau bahkan sampai memberi label pada seseorang sesat-selamat, bid’ah- sunnah hanya dengan berlandaskan hadis tersebut. Sejatinya hadis tersebut berbicara tentang penyampaian, penyeimbangan dan ketepatan informasi. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.