MENGIKUTI salah satu madzhab dari empat madzhab, yaitu Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah, termasuk perkara yang telah berjalan dari masa ke masa tanpa ada pengingkaran. Bahkan, sebagian ulama’ Salaf telah menukil ijma’ atas hal ini. Adapun madzhab selain dari yang empat ini, maka tidak boleh diikuti karena tidak mundhabith (tidak terjaga sehingga mengalami perubahan-perubahan disebabkan perubahan zaman dan orang), bahkan sebagiannnya hampir punah dan sebagian sudah hilang. Seperti madzhab Sufyan Ats-Tsauri, Ibrahim An-Nakha’I, Makhul, Dzahiri, dan yang lainnya.
Imam Ibnu Muflih Al-Hambali –rahimahullah- (wafat: 763 H) dalam “Al-Furu’ wa Tashhihul Furu’ “ (11/103) berkata :
الفروع وتصحيح الفروع (11/ 103)
وَفِي الْإِفْصَاحِ: أَنَّ الْإِجْمَاعَ انْعَقَدَ عَلَى تَقْلِيدِ كُلٍّ مِنْ الْمَذَاهِبِ الْأَرْبَعَةِ وَأَنَّ الْحَقَّ لَا يَخْرُجُ عَنْهُمْ وَيَأْتِي فِي الْعَدَالَةِ لُزُومُ التَّمَذْهُبِ بِمَذْهَبٍ وَجَوَازُ الِانْتِقَالِ عَنْهُ
“Di dalam Al-Ifshah : Sesungguhnya telah terjadi ijma’ untuk taqlid (mengikuti) setiap salah satu dari empat madzhab dan sesungguhnya kebenaran tidak keluar dari mereka. Dalam “Al-Adalah” disebutkan : Wajibnya bermadzhab dengan salah satu mahdzhab yang empat dan bolehnya berpindah darinya (masih dalam lingkup madzhab yang empat).”
BACA JUGA: Ada Apa dengan Madzhab?
Imam Al-Hathab Ar-Ruani Al-Maliki –rahimahullah- (wafat : 954 H) di dalam “Mawahibul Jalil” (1/30) berkata :
مواهب الجليل في شرح مختصر خليل (1/ 30)
قَالَ الْقَرَافِيُّ: وَرَأَيْت لِلشَّيْخِ تَقِيِّ الدِّينِ بْنِ الصَّلَاحِ مَا مَعْنَاهُ أَنَّ التَّقْلِيدَ يَتَعَيَّنُ لِهَذِهِ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ دُونَ غَيْرِهِمْ؛ لِأَنَّ مَذَاهِبَهُمْ انْتَشَرَتْ وَانْبَسَطَتْ حَتَّى ظَهَرَ فِيهَا تَقْيِيدُ مُطْلَقِهَا وَتَخْصِيصُ عَامِّهَا وَشُرُوطُ فُرُوعِهَا فَإِذَا أَطْلَقُوا حُكْمًا فِي مَوْضِعٍ وُجِدَ مُكَمَّلًا فِي مَوْضِعٍ آخَر
“Al-Qarafi berkata : Aku melihat perkataan Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Shalah yang maknanya sesungguhnya taqlid kepada imam yang empat merupakan suatu keharusan, tanpa yang selain mereka. Karena madzhab mereka telah tersebar, meluas sehingga tampak di dalamnya pembatasan sesuatu yang bersifat mutlak, pengkhususan sesuatu yang bersifat umum, dan syarat-syarat furu’nya. Maka apabila memereka memutlakkan suatu hukum di suatu tempat, maka akan didapatkan yang menyempurnakan di tempat lain.”
Imam Syihabud Din Ahmad bin Ghanim An-Nafrawi Al-Maliki –rahimahullah- (wafat : 1126) berkata :
الفواكه الدواني على رسالة ابن أبي زيد القيرواني (2/ 356)
وَقَدْ انْعَقَدَ إجْمَاعُ الْمُسْلِمِينَ الْيَوْمَ عَلَى وُجُوبِ مُتَابَعَةِ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعِ: أَبِي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ – وَعَدَمِ جَوَازِ الْخُرُوجِ عَنْ مَذَاهِبِهِمْ، وَإِنَّمَا حَرُمَ تَقْلِيدُ غَيْرِ هَؤُلَاءِ الْأَرْبَعَةِ مِنْ الْمُجْتَهِدِينَ، مَعَ أَنَّ الْجَمِيعَ عَلَى هُدًى لِعَدَمِ حِفْظِ مَذَاهِبِهِمْ لِمَوْتِ أَصْحَابِهِمْ وَعَدَمِ تَدْوِينِهَا
“Sungguh, ijma’ muslimin telah terjadi hari ini, akan wajibnya mengikuti salah satu dari imam yang empat : Abu Hanifah, Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad bin Hambal –radhiallahu ‘anhum- dan tidak bolehnya keluar dari madzhab-madzhab mereka. Yang dilarang, hanyalah taqlid kepada mujtahid selain imam yang empat, walaupun semuanya di atas petunjuk. Dikarenakan madzhab mereka (selain imam yang empat) tidak terjaga disebabkan kematian para pemiliknya dan tidak tertulis dengan baik.”
Jika berbagai madzhab besar yang pernah ada di zaman itu saja sudah tidak direkomendasikan oleh Imam Ibnu Muflih dan yang selain beliau, apalagi madzhab “tarjih mu’ashirin” (madzhab yang melahirkan pendapat dengan menguatkan salah satu pendapat dari berbagai pendapat yang ada dan dari berbagai madzhab yang dilakukan oleh para ulama’ saat ini), tentu lebih tidak direkomendasikan lagi. Bahkan menjadi larangan keras. Kenapa ? karena hakikatnya, ini belum termasuk “katagori ideal” suatu madzhab yang layak untuk diikuti oleh kaum muslimin. Selain itu, ulama di zaman ini, belum masuk level ulama’ mujtahid mutlak mustaqil yang layak untuk melahirkan rumusan-rumusan madzhab.
Yang lebih parah lagi, sudah tidak bermadzhab, sekaligus mengharamkan bermadzhab secara mutlak serta menuduh bahwa hal ini termasuk dalam katagori sikap ta’ashub (fanatik buta) yang tercela dan dilarang dalam agama. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Imam As-Safarini Al-Hambali –rahimahullah- (w. 1188 H) dalam “Al-Ajwibah An-Najdiyyah” (129) :
قال السفاريني الحنبلي ( ت : 1188 ه) :
بل الآن يجب تقليد أحد أئمة الإسلام الأربع في هذه الأزمنة و الصقوع, و من نهى عن ذلك فمبتدع, بل متزندق, و لا حول ولا قوة إلا بالله العلي العظيم ( الأجوبة النجدية عن الأسئلة النجدية : 129 )
“Bahkan wajib untuk taqlid terhadap salah satu imam-imam Islam yang empat, di zaman-zaman dan di dalam berbagai penyimpangan saat ini. Barang siapa yang melarang dari hal itu, maka dia seorang mubtadi’ (ahli bid’ah), bahkan orang zindiq. LAHAULA WALA QUWWATA ILLA BILLAH (tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Mulia.”
Al-Qur’an dan Sunnah itu dalil, sedangkan madzhab adalah istidlal (alat yang digunakan untuk mempermudah memahami dalil). Dan alat ini telah disusun oleh para ahlinya, dan kita tinggal memakainya. Secara umum, memahami dalil dengan istidlal madzhab, lebih selamat dan terminimalisir dari berbagai kesalahan dan penyimpangan. Memang benar, boleh untuk memahami dalil secara langsung tanpa lewat madzhab. Tapi yang jadi pertanyaan, apa yang kita miliki untuk bisa memahami dalil dengan benar tersebut ? kita ini hanyalah kumpulan penuntut ilmu yang masih terus merasa bodoh dan sangat perlu untuk terus belajar. Belum termasuk ulama’ apalagi mujtahid, apalagi mujtahid mutlak mustaqil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah- juga mencela orang-orang yang “lepas secara total” dari bermadzhab. Beliau –rahimahullah- berkata sebagaimana dalam “Al-Mukhtashar Al-Fatawa Al-Mishriyyah”(61) :
مختصر الفتاوى المصرية (ص: 61)
وَقَول الْقَائِل لَا أتقيد بِأحد هَؤُلَاءِ الْأَئِمَّة الْأَرْبَعَة إِن أَرَادَ أَنه لَا يتَقَيَّد بِوَاحِد بِعَيْنِه دون البَاقِينَ فقد أحسن بل هُوَ الصَّوَاب من الْقَوْلَيْنِ وَإِن أَرَادَ أَنِّي لَا أتقيد بهَا كلهَا بل أخالفها فَهُوَ مخطىء فِي الْغَالِب قطعا إِذا لحق لَا يخرج عَن هَذِه الْأَرْبَعَة فِي عَامَّة الشَّرِيعَة
“Ucapan seorang “aku tidak terikat oleh salah satu madzhab imam yang empat”, (ini perlu dirinci). Jika dia menginginkan tidak terikat oleh salah satu madzhab secara khususu tanpa lepas dari madzhab lainnya (dalam lingkup madzhab yang empat), maka itu baik, bahkan itu yang benar dari dua pendapat yang ada dalam masalah ini. Tapi jika dia menghendaki sesungguhnya aku tidak terikat dengan seluruh madzhab yang empat, bahkan aku menyelisihinya, maka secara umum dipastikan dia salah. KARENA KEBENARAN TIDAK AKAN KELUAR DARI MADZHAB YANG EMPAT di dalam keumuman syari’at.”
Menisbatkan gerakan anti madzhab kepada ulama’ Najed (Saudi) termasuk di dalamnya asy syaikh bin Baz, asy syaikh Ibnu Utsaimin dan yang lainnya, merupakan penisbatan yang dzalim, bahkan sebagai suatu kebohongan. Karena faktanya, mereka bermadzhab, bahkan menganjurkan kaum muslimin untuk bermadzhab dengan salah satu madzhab yang empat.
BACA JUGA: Imam yang Memiliki Madzhab: Imam Hanafi
Dalam “Ad-Durar As-Saniyyah Fi Ajwibah An-Najdiyyah” (1/227) dinyatakan :
الدرر السنية في الأجوبة النجدية (1/ 227)
ونحن أيضا في الفروع، على مذهب الإمام أحمد بن حنبل، ولا ننكر على من قلد أحد الأئمة الأربعة، دون غيرهم، لعدم ضبط مذاهب الغير، الرافضة، والزيدية، والإمامية، ونحوهم، ولا نقرهم ظاهرا على شيء من مذاهبهم الفاسدة، بل نجبرهم على تقليد أحد الأئمة الأربعة.
“Dan juga, kami dalam masalah furu’ (cabang) berada di atas madzhab Imam Ahmad bin Hambal. Kami tidak mengingkari kepada seorang yang bertaqlid (mengikuti) salah satu dari imam yang empat, bukan yang lainnya (artinya kalau selain madzhab yang empat mereka ingkari). Karena madzhab selain madzhab yang empat tidak mundhabith (tidak kokoh karena mengalami perubahan-perubahan dengan sebab perbedaan waktu dan orang)…”
Oleh karena itu, pengharaman bermadzhab dengan salah satu dari madzhab yang empat secara mutlak, tidak jauh untuk dinyatakan sebagai pendapat ‘nyleneh’ atau ‘ganjil’. Karena telah menyelisihi ijma’ mulsimin serta para ulama’ salaf dari masa ke masa. Wallahu a’lam bish shawab. []
Facebook: Abdullah Al Jirani