TERNYATA tidak ada firman Allah atau Sunnah Nabi yang memerintahkan agar mengucapkan ijab qabul dalam satu nafas. Bahkan, aturan ini dinilai berlebihan oleh para ulama.
Berikut ini beberapa pendapat yang bisa membantu memahami bagaimana syarat dari Ijab Qabul tersebut.
1. Ijab Qabul Harus Diucapkan dalam Satu Majelis
Para ulama sepakat jika Ijab Qabul harus dilakukan dalam satu majelis. Artinya antara Orang tua perempuan dan calon mempelai tidak berada terpisah, namun berada pada satu tempat dan keadaan yang sama.
BACA JUGA: Keliru Sebut Nama Calon Istri ketika Ijab Qabul, Bagaimana?
Dalam satu kondisi contohnya, jika Ijabnya dilakukan di rumah wali perempuan, maka qabulnya tidak boleh disambung ditempat lain. Hal semacam ini tidak sah. Dalam kitab Fikih 4 madzhab dinyatakan,
”Para ulama 4 madzhab sepakat ijab qabul harus dilakukan dalam satu majlis akad. Sehingga andaikan wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu dengan putriku’ lalu mereka berpisah sebelum suami mengatakan, ’Aku terima’. Kemudian di majlis yang lain atau di tempat lain, dia baru menyatakan menerima, ijab qabul ini tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
2. Qabul Boleh Disegerakan dan Boleh Ada Jeda dari Ijab
Syarat kedua adalah ucapan qabul ‘saya trima nikahnya’ harus segera diucapkan setelah wali mengucapkan Ijab. Namun ulama berbeda pandangan tentang hal ini. Ada yang mengatakan boleh ada jeda, asalkan masih dalam satu majelis.
Seperti Imam Hanafi dan Hambali yang tidak mengisyaratkan harus segera mengucapkan qabul tanpa jeda. Namun demikian harus dalam satu majelis dan tidak memutuskan konteks pembicaraan.
”Hambali dan Hanafi berpendapat bahwa ’segera’ bukan syarat, selama masih dalam satu majlis. Namun jika salah satu sibuk melakukan aktivitas lain, yang memutus konteks pembicaraan, akad nikah tidak sah.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
Imam Ibnu Qudamah – ulama hambali – mengatakan, “Apabila kalimat qabul tidak langsung disampaikan setelah ijab, akad tetap sah. Selama masih dalam satu majlis, dan mereka tidak menyibukkan diri sehingga tidak lagi membicarakan akad. Karena hukum satu majlis adalah hukum yang sesuai konteks akad.” (al-Mughni, 7/81).
Namun ada juga ulama yang mengharuskan untuk segera menjawab ijab tanpa jeda terlebih dahulu. Pendapat ini berdasarkan ulama Syafiiyah dan Malikiyah bahwa tidak boleh ada pemisah, selain jeda ringan yang tidak sampai dianggap pemisah antara ijab dan qabul.
”Syafiiyah dan Malikiyah mempersyaratkan harus segera. Namun tidak masalah jika ada pemisah ringan, yang tidak sampai dianggap telah memutus sikap ’segera’ dalam menyampaikan qabul.” (al-Fiqh ala al-Madzahib al-Arba’ah, 4/16).
BACA JUGA: Kapan Ijab Qabul?
”Jika antara ijab dan qabul dipisahkan dengan membaca hamdalah dan shalawat, misalnya, seorang wali mengatakan, ’Saya nikahkan kamu.’
Kemudian suami mengucapkan, ‘Bismillah wal hamdu lillah, was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, Saya terima nikahnya.’ Dalam kasus ini ada dua pendapat ulama, (pertama) Nikah sah.
https://www.youtube.com/watch?v=D8vF1uzEr_M&t=71s
Dan ini pendapat Syaikh Abu Hamid al-Isfirayini. Karena bacaan hamdalah dan shalawat disyariatkan ketika akad, sehingga tidak menghalangi keabsahannya.
Sebagaimana orang yang melakukan tayamum di sela-sela antara dua shalat yang dijamak. (kedua) tidak sah. Karena dia memisahkan antara ijab dan qabul, sehingga akad nikah tidak sah.” (Fikih Sunah, Sayid Sabiq, 2/35). []