Oleh: Taufik Ginanjar
SAAT ini banyak remaja terjebak pada sebuah kondisi yang pada akhirnya menyebabkan dia memilih untuk melakukan kenakalan. Padahal dulu saat ia masih kecil, dia adalah anak yang baik. Lucu dan menggemaskan bagi ibu bapaknya. Sebagian besar remaja yang melakukan kenakalan, menyadari bahwa itu adalah sebuah kesalahan dan nuraninya juga terluka akibat itu.
Tak sedikit orangtua ataupun masyarakat menyalahkan kondisi lingkungan pergaulan remaja tersebut. Apakah benar jika remaja melakukan kenakalan itu disebabkan pengaruh lingkungan?
BACA JUGA: Dulu Aku adalah Seorang Remaja Putri yang Nakal
Hasil riset Bimbingan Konseling MTs Persis 3 Pameungpeuk dari tahun 2015 hingga 2018, menunjukan fakta yang cukup mencengangkan. Ternyata pengaruh lingkungan hanya 25% saja pada kehidupan remaja. Komposisi pengaruh terbesar justru ada di keluarganya.
Remaja dan Kerapuhan
Data yang dihimpun selama 3 tahun itu, berhasil memotret sebuah temuan. Penyebab utama seorang remaja terjebak melakukan kenakalan adalah disebabkan adanya kerapuhan pada psikisnya. Di fase usia perkembangan remaja, ia dihadapkan pada sebuah kompleksitas masalah yang belum pernah ia rasakan saat masih usia anak-anak.
Sebetulnya kompleksitas masalah pada kehidupan remaja merupakan hal yang alami. Adanya kompleksitas masalah seharusnya membentuk remaja menjadi lebih tangguh. Ia menjadi memiliki banyak kemampuan untuk bertahan hidup bahkan meningkatkan taraf hidupnya di fase perkembangan yang akan datang. Hingga puncaknya ia mengalami sebuah kedewasaan.
Namun sayangnya bagi remaja yang psikisnya mengalami kerapuhan, itu semua tidaklah mudah. Bahkan sangat sulit. Ia membutuhkan sebuah keajaiban. Tapi baginya, keajaiban hanyalah mimpi. Hingga ia pada akhirnya di puncak frustasi. Bentuk kefrustasian itu ia lampiaskan dengan berbagai macam cara yang biasa kita sebut sebagai sebuah kenakalan.
Ujian Terberat ada di Keluarga
Kerapuhan psikis pada seorang remaja ternyata bermula dari ujian hidup yang ada di keluarganya. Bentuk ujian berat di keluarganya, di antaranya ia menghadapi kenyataan bahwa ada ketidakharmonisan ayah dan ibunya. Konflik mereka dipertontonkan kepada anaknya.
Ada juga yang mesti menerima kenyataan ayah ibunya bercerai. Dianggap lebih mengerikan lagi, ketika ayahnya nikah lagi dan ibunya nikah lagi. Masing-masing mereka memiliki anak. Remaja tersebut merasakan kesepian dan kesendirian di tengah keramaian.
Selain itu, ada juga remaja yang kehilangan fungsi ayah dan fungsi ibunya. Ayah dan ibunya sama-sama sibuk bekerja. Bagi orangtua yang sibuk bekerja dan masih bisa meluangkan 30 menit untuk quality time bersama anaknya, itu merupakan hal yang didambakan anaknya.
Namun jika kedua orangtuanya tak bisa memenuhi kebutuhan bathiniah (emosional dan spiritual anaknya) maka kenyataan ini juga akan membuat remaja menjadi rapuh psikisnya. Bertemu hanya sekedar bertemu. Tak ada obrolan hangat. Tak ada ruang untuk menumpahkan segala kepenatan dirinya. Tak ada sandaran dan dekapan orangtua untuk meneguhkan jiwanya menghadapi segudang masalah di luar.
Adapula, remaja yang harus mengalami kehancuran harga diri di rumah. Yang sering terjadi adalah saat remaja itu dibanding-bandingkan dengan adiknya atau kakaknya, saudaranya, tetangganya dan orang lain. Remaja yang selalu mendapat perlakuan dibanding-bandingkan, biasanya hatinya menjerit, seolah ia ingin mengatakan “Hargai kelebihan saya, lihatlah kebaikan yang ada pada diri saya, mah.. pah..“
BACA JUGA: Fakta Ilmiah dalam Alquran Menarik Seorang Remaja Masuk Islam, Ini Kisahnya
Anak Remaja pun belum sepenuhnya memahami, bahwa sebetulnya orangtuanya bermaksud memotivasi dirinya agar bisa melakukan dan mencapai hal yang sama dengan subjek yang dibandingkan. Sayangnya, bagi remaja, memotivasi dengan cara membandingkan adalah cara yang kurang efektif.
Sebaiknya orangtua memperlakukan remaja sesuai dengan fase perkembangannya. Cara yang dinilai lebih efektif untuk memotivasi seorang remaja adalah dengan memberikan tantangan dan mensugesti mimpi (dream) nya.
Contoh;
“Aa.. bisa bantu ibu beliin gas?”
“Teteh.. mamah yakin, kalau teteh maksimal memanfaatkan waktu buat belajar, teteh bisa berprestasi di kelas”,
“Lihat A.. suatu hari nanti, Aa akan kuliah di sini (ayahnya sambil menunjuk sebuah gedung bertuliskan Universitas Pendidikan Indonesia)”,
“Teh.. teteh fokus pada kelebihan teteh. Teteh harus berjuang, harus tetap taat ibadah, bagi mamah saat teteh luar biasa“
Coba rasakan, bagaimana jika seorang anak remaja diberi perlakuan seperti itu?
Energinya yang sangat besar, akan mengalir dengan baik. Harga dirinya akan naik. Semangat berjuangnya meningkat. Ketahanan dalam mengelola masalah (endurance) nya akan teruji. []
SUMBER: PERSIS