BANYAK orang mengaku mencinai Allah SWT namun hanya sedikit orang yang mampu membuktikannya. Hal ini terlihat dari banyaknya orang yang masih lalai dalam menjalankan ibadah kepada Allah. Benar begitu?
Sebagian orang memahami kalau agama itu kumpulan dari perintah dan larangan, hukum halal dan haram dan lupa kalau cinta Allah dan Rasul-Nya itu melebihi segala-galanya. Mencintai itu pokok permasalahan. Jika tidak ada rasa cinta dalam sebuah ibadah, ketaatan tidak akan dilakukan orang Muslim.
BACA JUGA: Mencintai dalam Do’a
Jika Anda mengakui mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, jadikanlah perasaan cinta itu tampak dalam perilaku, tata perkataan, dalam gerak gerik tingkah laku Anda. Kalau tidak, Anda bukanlah termasuk orang yang mencintai.
Diriwayatkan ada seorang dalam perjalanan, tiba-tiba ia melihat seorang perempuan yang baik dan cantik. Orang ini berkata, “Aku jatuh cinta padamu.” “Jika perkataanmu memang benar, aku juga mencintaimu, tetapi aku mempunyai saudari yang lebih baik dan lebih cantik. Ia sekarang di belakangmu. Terserah engkau mau pilih yang mana?” Jawab perempuan itu. Laki-laki ini menoleh ke belakang. Perempuan tadi menampar wajahnya dan berkata, “Jauhilah diriku, wahai pengkhianat! Engkau mengaku sangat mencintaiku, tetapi engkau melihat yang lain. Engkau mengaku kalau mabuk cinta denganku, baru aku mengujimu rupanya engkau berdusta.”
BACA JUGA: Ungkapan Cinta Para Sahabat saat Abu Bakar Wafat
Laki-laki itu menangis, kepalanya tersungkur ke tanah dan berkata, “Aku mengaku mencintai makhluk, baru aku berpaling darinya aku mendapat tamparan di mukaku. Berapa kali aku mengaku mencintai Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian aku berpaling dari-Nya dan sibuk dengan yang lain. Aku mendapat tamparan di hati, tetapi aku tidak merasakannya. Apakah aku telah sampai derajat yang disampaikan Allah dalam firman-Nya, ‘Sekali-kali tidak! Bahkan, apa yang mereka kerjakan itu telah menutupi hati mereka,’ (QS. Al-Muthaffifin: 14).”
Kita lihat berapa banyak yang mengaku mencintai Allah kemudian berpaling dari-Nya, lalai dalam shalat berjamaah atau puasa sunnah, atau tilawah Al-Quran. []
Referensi: Bermalam di Surga/Karya: Dr. Hasan Syam Basya/Penerbit: Gema Insani Jakarta 2015