Oleh: Nurhikmah (Pemerhati Sosial)
REUNI aksi 212 yang digelar pada tanggal 2 Desember 2018 di Kawasan Monumen Nasional (Monas), ternyata tidak hanya dihiasi dengan bendera tauhid yang berwarna hitam dan putih, tetapi juga terdapat bendera tauhid berwarna merah, merah muda, biru, kuning, dan hijau. Hanya saja pada aksi tersebut, bendera tauhid berwarna putih dan hitam tetap menjadi warna yang mendominasi. (CNN Indonesia, 02/12/2018)
Terdapat banyak hadits yang menyebutkan bahwa panji Rasulullah (Ar-Royah) berwarna hitam dan bendera Rasullullah (Al-Liwa) berwarna putih.
Nabi Shalallahu Alaihi Wa Sallam bersabda, sungguh aku akan memberikan Ar-Rayah kepada seseorang yang ditaklukkan (benteng) melalui kedua tangannya, ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, Allah dan Rasul-Nya pun mencintainya. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ar-Rayah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam berwarna hitam dan Al-Liwa berwarna putih (HR. At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)
Bahwa Nabi Saw masuk ke Mekah dan Liwa beliau berwarna putih. (HR. Imam An-Nasa’i dan At-Tirmidzi)
Sehingga dapat disimpulkan bahwa eksistensi Al-Liwa dan Ar-Rayah di zaman Rasulullah SAW. tidak bisa terbantahkan karena termaktub dalam hadits-hadits shahih.
Riwayat yang menerangkan bahwa Al-Liwa berwarna putih dan Ar-Rayah berwarna hitam ada dalam banyak hadits yang statusnya diperselisihkan oleh para ulama, karena ada beberapa rawi yang dinilai berbeda oleh ulama. Akan tetapi, jika berpijak pada penilaian sebagian ahli hadits yang menshahihkan maka hadits tersebut maqbul.
Selain itu, tentang adanya perbedaan warna tidak menafikan satu sama lain. Karena semua ada haditsnya. Akan tetapi, warna hitam untuk Ar-Rayah dan putih untuk Al-Liwa lebih kuat daripada yang warna merah dan kuning. Dan bukan termasuk ke dalam keharaman jika menggunakan warna lain seperti merah, kuning, dan sebagainya selain warna hitam dan putih. Karena ini hanya masalah teknis.
Adapun dari segi fungsinya, Al-Liwa dan Ar-Rayah memang sering digunakan saat perang, namun apakah ada larangan untuk dikibarkan di luar perang? Jika tidak ada larangan mengapa ada pihak yang mempersoalkan. Selama tidak ada larangan berarti tidak dilarang, apalagi jika niatnya ingin meninggikan kalimat tauhid, syiar islam. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.