SERINGKALI, seorang berusaha menghindari suatu larangan, akan tetapi dia jatuh ke dalam larangan yang lain. Terhindar dari jatuh ke dalam satu lobang, namun dia jatuh ke dalam lobang yang lain. Yang sebenarnya dia masih di situ-situ saja, alias tidak kemana-mana. Sebabnya, bisa jadi karena salah memahami suatu dalil, atau konsekwensinya.
Sebagai contoh, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang para wanita untuk memakai minyak wangi apabila ke luar rumah. Seperti diriwayatkan dari sahabat Abu Musa Al-‘Asyari –radhiallahu ‘anhu-, Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
«أَيُّمَا امْرَأَةٍ اسْتَعْطَرَتْ فَمَرَّتْ عَلَى قَوْمٍ لِيَجِدُوا مِنْ رِيحِهَا فَهِيَ زَانِيَةٌ»
“Wanita siapa saja yang memakai wewangian, lalu dia berlalu di hadapan suatu kaum agar mereka mencium baunya, maka dia pelacur.”[H.R. An-Nasa’i dalam “Ash-Shughra” : 5126 dan lainnya. Sanadnya shahih].
Dari hadits di atas, sebagian wanita memahami bahwa larangan memakai minyak wangi bagi wanita bersifat mutlak (jenis wewangian apa saja dan untuk tujuan apapun ). Sehingga diantara mereka sampai ada yang berkeyakinan, bahwa membiarkan BB (bau badan) lebih sesuai dengan “sunnah”(?), walau orang lain sangat terganggu dengan hal itu. Atau minimal, mereka tidak peduli dengan bau badan mereka, serta tidak ada upaya untuk menghilangkan atau meminimalisir.
BACA JUGA: Pakai Minyak Wangi Beralkohol untuk Shalat, Apa Hukumnya?
Ini pemahaman yang sangat kacau sebagaimana yang telah saya sampaikan di awal artikel. Mereka ingin menghindari larangan memakai minyak wangi, akan tetapi terjatuh dalam larangan lain, yaitu menganggu orang lain dengan bau badannya. Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- melarang orang-orang yang makan bawang untuk tidak mendekat ke masjid nabi. Kenapa ? karena baunya yang akan menganggu orang lain. Sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar –radhiallahu ‘anhu- beliau berkata, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
«مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ – يَعْنِي الثُّومَ – فَلاَ يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا»
“Barang siapa yang makan dari tumbuhan ini –yaitu bawang putih-, maka janganlah mendekati masjid kami.”[H.R. Al-Bukhari : 853 dan Muslim : 561].
Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidak melarang makan bawang putih, akan tetapi efek baunya yang dilarang. Karena ketika seorang memakannya saat akan ke masjid, maka hal itu akan menganggu orang lain. Maka dalam lafadz Imam Muslim (562)dengan kalimat “Janganlah dia menganggu kami dengan (efek) bau bawang (yang dia makan).”
Minyak wangi yang di larang dipakai oleh wanita saat keluar rumah, minyak wangi yang memiliki bau yang dzahir (tampak). Artinya, baunya menyebar keluar dari tubuhnya (semerbak) dan menyengat, sehingga orang-orang di sekitarnya akan dengan mudah untuk menciumnya, bahkan dari jarak yang jauh. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam “Aunul Ma’bud” (11/53) :
(إِذَا اسْتَعْطَرَتِ الْمَرْأَةُ) أَيِ اسْتَعْمَلَتِ الْعِطْرَ وَهُوَ الطِّيبُ الَّذِي يَظْهَرُ رِيحُهُ
“(Apabila seorang wanita memakai wewangian), artinya : Menggunakan wewangian, yaitu minyak wangi yang tampak (kuat/menyengat/semerbak) baunya.”
Hal senada juga dijelaskan oleh para ulama’ yang lain. Jadi, tidak semua jenis wewangian dilarang dipakai oleh wanita saat keluar rumah. Tapi perlu adanya rincian. Wewangian yang memiliki bau yang menyebar keluar tubuh dengan kuat atau menyengat sehingga orang-orang di sekitarnya dengan mudah bisa menciumnya walau dari jarak yang jauh, maka ini dilarang. Sebagaimana berbagai jenis minyak wangi yang dijual dan dipakai oleh kebanyakkan wanita di zaman ini saat keluar rumah. (semoga Allah memperbaiki kondisi mereka dan memberi hidayah mereka kepada yang lebih baik).
Adapun wewangian yang baunya tersembunyi/samar, artinya : baunya tidak menyebar keluar dan tidak kuat menyengat, sehingga orang-orang disekitarnya tidak bisa mencium baunya, maka boleh untuk dipakai. Terlebih jika untuk mengurangi bau badan yang nantinya akan menganggu orang lain. Kalau zaman sekarang seperti : bedak BB Harum Sari, atau Deodorant, pewangi pakaian seperti molto, sabun (hampir semua sabun yang dijual punya aroma wangi, tapi sangat tipis), atau yang semisalnya. Karena jenis ini bau wanginya tidak semerbak ke luar, tapi hanya berkutat di tubuh orang yang memakainya. Seandainyapun bau wanginya keluar, hanya sangat tipis dan jarak keluarnya sangat pendek sehingga seolah tidak ada.
BACA JUGA: Akhwat Gunakan Wewangian, Bolehkah?
Hal ini berdasarkan sebuah riwayat dari sahabat Imran bin Al-Husain –radhiallahu ‘anhu-, Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :
«إِنَّ خَيْرَ طِيبِ الرَّجُلِ مَا ظَهَرَ رِيحُهُ وَخَفِيَ لَوْنُهُ، وَخَيْرَ طِيبِ النِّسَاءِ مَا ظَهَرَ لَوْنُهُ وَخَفِيَ رِيحُهُ»
“Minyak wangi yang paling baik bagi laki-laki, minyak wangi yang tampak baunya tersembunyi/samar warnanya. Adapun minyak wangi yang paling baik bagi wanita, minyak wangi yang tampak warnanya tapi tersembunyi baunya.”[H.R. At-Tirmidzi : 2788 dan dishahihkan oleh Al-Albani]
Imam Asy-Syaukani –rahimahullah-(Wafat : 1250 H) berkata :
وَالْحَدِيثُ يَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي لِلرِّجَالِ أَنْ يَتَطَيَّبُوا بِمَا لَهُ رِيحٌ وَلَا يَظْهَرُ لَهُ لَوْنٌ كَالْمِسْكِ وَالْعَنْبَرِ وَالْعِطْرِ وَالْعُودِ ….وَأَنَّ النِّسَاءَ بِالْعَكْسِ مِنْ ذَلِكَ
“Hadits ini menunjukkan, seyogyanya bagi para lelaki untuk memakai wewangian dengan minyak wangi yang memiliki bau (kuat) tapi samar warnanya, seperti minyak misik, minyak ambar, minyak ithr, kayu gaharu…..sedangkan wanita kebalikan dari hal itu (minyak wangi yang tersembunyi baunya tapi tampak warnanya).” [Nailul Authar : 1/166].
Sehinga jika disimpulkan, larangan memakai minyak wangi saat keluar rumah bagi para wanita memiliki dua ‘illat (sebab) : 1). Minyak wangi yang memiliki bau yang sangat kuat atau semerbak keluar, 2). Bertujuan agar orang-orang disekitarnya (terkhusus laki-laki) agar mencium bau wanginya. Dan hukum itu akan bergantung dengan ‘illatnya. Jika ‘illat itu ada, maka hukum-pun ada. Jika ‘illat hilang, maka hilang pula hukum tersebut.
BACA JUGA: Mengenakan Wewangian dengan Keringat Rasulullah SAW
Mufti syaikh ‘Athiyah Syaqar –rahimahullah- berkata : “Adapun minyak wangi yang ringan (baunya), yaitu yang baunya tidak melewati/melampaui tempat (orang yang memakainya) kecuali sedikit dan tidak dimaksudkan untuk membangkitkan syahwat (para lelaki asing), akan tetapi sekedar untuk menghilangkan bau keringat –misalnya-, maka tatkala memakainya tidak disifati sebagai ‘pezina’ karena hilangnya ‘illat (sebab larangan) padanya.”
Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz –rahimahullah- berkata : “Janganlah seorang wantia keluar rumah dengan memakai minyak wangi yang di jalan para lelaki akan menciumnya. Adapun jika baunya ringan, yang tidak tercium oleh para lelaki di jalan, maka tidak mengapa (boleh).”
Semoga apa yang kami susun kali ini bermanfaat dan bisa menambah wawasan keilmuan kita. Barakallahu fiikum. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani