Oleh: Deslina Zahra Nauli
Alumnus IPB, Pemerhati Lingkungan, ummu.umar24@gmail.com
MEMASUKI akhir tahun 2017, kita disuguhi berbagai berita tentang bencana yang melanda tanah air. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) merilis sebanyak 92 persen dari bencana yang menerjang Indonesia adalah bencana kategori hidrometeorologi. Artinya bencana alam itu dipicu oleh curah hujan lebat, deras dan basah sepanjang musim hujan.
Angka lain menyebutkan, sebanyak 148,4 juta warga Indonesia tinggal di titik-titik rawan bencana gempa bumi. Kemudian 5 juta warga lainnya berada di daerah rawan tsunami sepanjang pesisir Pantai Barat Sumatera, Pantai Selatan Jawa-Bali, sampai ke pulau-pulau sepanjang NTB dan NTT. Selain itu, 1,2 juta penduduk lainnya hidup di daerah rawan erupsi gunung merapi. (archive.act.id, 2017).
Data BNPB terkini menunjukkan jumlah korban tewas bencana di Pacitan bertambah menjadi 25 orang, 5 korban di antaranya masih belum ditemukan. (daerah.sindonews.com, 2/12/17). Ancaman longsor susulan masih dimungkinkan terjadi di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Akibatnya, relokasi harus dilakukan demi keselamatan warga yang tinggal di sekitar kawasan rawan bencana tersebut. Seperti akibat longsor yang merusak sekolah SDN Klesem 2 di Kecamatan Kebon Agung, di mana halaman hingga teras amblas ke dalam jurang sedalam 50 meter. Dari sejumlah itu, tingkat kerusakan baik ringan maupun berat, setidaknya kerugian yang diderita mencapai 8,5 miliar.(daerah.sindonews.com, 2/12/17)
Sedangkan di wilayah Pekanbaru, Provinsi Riau Sebanyak 545 rumah warga di tiga wilayah di Pekanbaru, Provinsi Riau, terendam banjir. Senin (4/12/2017). Wilayah yang terendam banjir, yakni Witayu, Kecamatan Rumbai; Air Hitam, Kecamatan Payung Sekaki; dan Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pekanbaru, Burhan Gurning menjelaskan, banjir kali ini disebabkan meluapnya Sungai Siak setelah diguyur hujan lebat dalam beberapa hari ini. Dari tiga wilayah yang teredam banjir, daerah Witayu yang paling parah. “Ada 375 unit rumah terendam banjir,” katanya. Sedangkan di wilayah Air Hitam ada 50 rumah terendam banjir dan di wilayah Rejosari, Kecamatan Tenayan Raya ada 120 rumah terendam banjir. Ketinggian banjir bervariasi dari 40 centimeter hingga 1 meter. (daerah.sindonews.com, 4/12/2017).
Lalu apa penyebab dari bencana tersebut?. Setidaknya ada beberapa faktor. Pertama, makin banyaknya hutan yang gundul sehingga resapan air hujan tidan bisa ditahan. Data laju kerusakan hutan menurut The UN Food dan Agriculture Organization (FAO) menyebutkan angka kerusakan hutan di Indonesia periode Mei 2010 berkisar 500.000 hektare per tahun. Penyebab utama adalah konversi hutan untuk Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 30 persen terdegradasi.
Hutan Tanaman Industri (HTI) yang setelah ditebang lalu ditelantarkan, diubah menjadi perkebunan, pertambangan, dan konversi jalan untuk pertanian, serta kebakaran hutan menjadi akibat dari praktik pembalakan liar yang terus terjadi. Data tahun 2014, Indonesia menjadi juara 1 penggundulan hutan tertinggi di dunia, mengalahkan Brasil. Matthew C. Hansen, peneliti kawasan hutan dari University of Maryland, merilis data laju kerusakan hutan di Indonesia mencapai 2 juta hektar per tahun. (http://harian.analisadaily.com, 2017).
Kedua, permasalahan kebakaran lahan. Berbagai kajian telah disampaikan, betapa kebakaran lahan tersebut telah meningkatkan emisi gas rumah kaca Indonesia secara signifikan.
Lahan yang ada perlu dipertahankan fungsinya dan jika memang lahan tersebut memiliki potensi kebakaran karena rendahnya kandungan air yang ada, maka harus dilakukan perbaikan sehingga fungsinya dapat terjaga, ini yang sekarang gencar dilakukan dengan restorasi lahan.
Terkait kebakaran lahan terutama di daerah Sumatra kelompok pemerhati lingkungan mengecam pelaku industri yang terlibat dalam melakukan penggundulan hutan di Indonesia, termasuk di antaranya Asia Pacific Resources International Holdings Ltd. Perusahaan yang juga dikenal dengan sebutan April ini, merupakan salah satu produsen pulp dan kertas terbesar di dunia.
Menurut berita yang dilansir Kontan.co.id November 2017, perusahaan April berutang banyak pada jaringan bankir elit global, pengacara, dan akuntan yang kerap membantu perusahaan tersebut mulai masalah navigasi hingga pajak. Hingga akhirnya, April terus berkembang dan menguasai sebagian besar hutan tropis Indonesia saat ini. Dokumen yang berasal dari firma hukum Appleby dan provider jasa Estera menunjukkan, bagaimana sejumlah bank seperti Credit Suisse dan ABN Amro Belanda terus menerus membantu struktur April dalam operasional perusahaan tanpa mempertanyakan mengenai rekaman pencemaran lingkungan perusahaan. April merupakan anggota dari Royal Golden Eagle Group, yang notabene merupakan perusahaan konglomerasi sumber daya alam terbesar Asia. Berbasis di Singapura, RGE mempekerjakan lebih dari 60.000 orang di seluruh dunia untuk memproduksi kertas, minyak sawit, dan produk lainnya.
Dari berbagai bukti tersebut sesungguhnya nyata bagi kita bahwa kerusakan hutan Indonesia akibat dari keserakahan perusahaan asing yang terus bercokol di negeri ini. Kemudian, kerusakan hutan ini yang menyebabkan berbagai bencana di Indonesia. Patutlah kita renungkan firman Allah: ‘Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (kejalan yang benar).’ (Q.S. Ar Rum: 41). Kini kita telah merasakan berbagai akibat dari keserakahan sekelompok manusia. Saatnya kita berubah, mengembalikan pengelolaan alam ini menurut tuntunan Allah, pemilik Alam ini.
Rasulullah bersabda “Kaum muslim bersekutu dalam tiga hal; air, padang dan api” (H.R. Ahmad). Hadits ini menegaskan bahwa yang termasuk harta milik umum yang menguasai hajat hidup masyarakat adalah semua kekayaan alam yang sifat pembentukannya menghalangi individu untuk mengeksploitasinya. Akhirnya dengan berbagai macam bencana yang muncul kita dapat mengambil hikmah dan pelajarannya agar senantiasa lebih berinstropeksi diri dengan kembali pada Syariat-Nya. []