Oleh: Ahmad Yusuf Abdurrohman
ADAKALANYA, dalam kehidupan ini kita menyaksikan beberapa orang melakukan kesalahan tepat di depan kita. Tak jarang pula, mereka yang melakukan kesalahan adalah orang terdekat kita. Terkadang, saat mereka melakukan kesalahan akan timbul rasa benci dari dalam diri kita. Terutama, jika yang kesalahan yang mereka lakukan berhubungan dengan diri kita.
Setiap orang, pasti pernah melakukan kesalahan. Tak ada yang bisa terbebas dari tindakan salah. Melakukan kesalahan, adalah salah satu tabiat manusia. Karena, manusia adalah tempatnya salah dan lupa.
Jadi, memanglah begitu keadaan kita sebagai manusia. Namun, sebaik-baik orang yang berbuat salah adalah yang mau mengakui kesalahannya kemudian bertaubat darinya.
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Kullu banii Adam khotthooun, wa khoiru khotthooinna attawwabuun. Setiap Bani Adam pasti bersalah. Dan sebaik-baik orang bersalah adalah mereka yang bertaubat.” [1]
Akan tetapi, seringkali kita tak mau tahu dengan kesalahan yang orang lain lakukan. Sekali dia melakukan kesalahan pada diri kita, maka saat itulah kita akan mulai benci padanya dan tidak mempercayainya. Itulah yang sering terjadi.
Seharusnya, kita tidaklah membenci orang yang melakukan kesalahan. Namun, bencilah perbuatannya. Nasihatilah ia untuk tidak melakukan kesalahan itu tadi. Bukan malah kita menjauhinya dan merasa aneh jika berada di dekatnya.
Setidaknya, begitulah yang telah diajarkan oleh salah seorang Sahabat Rasulullah yang hidup di generasi terbaik umat ini.
Abu Qalabah bercerita, “Suatu hari, Abu Darda’ melewati seorang laki-laki yang telah melakukan satu kesalahan, lalu dimaki-maki oleh banyak orang. Abu Darda’ mencegahnya seraya berkata, ‘Jika kalian mendapatinya terperosok dalam satu lubang, apakah kalian akan mengeluarkannya?
Mereka menjawab, ‘Ya.’
Ia berkata, ‘Kalau begitu, janganlah kalian mencelanya. Bersyukurlah kepada Allah yang telah menyelamatkan kalian dari dosa dan kesalahan.’
Mereka bertanya, ‘Apakah engkau tidak membencinya?’
Ia menjawab, ‘Yang kubenci adalah perbuatannya. Jika dia meninggalkan kesalahannya, maka dia saudaraku.'” [2]
Itulah mengapa, islam begitu indah. Tak ada rasa benci pada sesama muslim meskipun mereka melakukan kesalahan. Selama dia mau mengakui kesalahannya seraya bertaubat dari perbuatan itu, maka dia masih saudara kita dalam Islam.
Maka, bencilah kesalahannya jangan membenci orangnya.
***
Referensi:
[1] Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah (13/187), Ahmad (3/198), Tirmidzi (2499), Ibnu Majah (4251)
[2] Dikutip dari buku ’60 Sahabat Rasulullah’, Khalid Muhammad Khalid