Oleh: Abdul Wahid, S.Fil.I, Peserta Program Kaderisasi Ulama (PKU) Gontor
BISA dibayangkan bagaimana para pahlawan mengusir penjajah pada tanggal 10 November 1945 silam di Surabaya. Itu berkat semangat jihad yang diserukan oleh K.H. Hasyim Asy’ari kepada seluruh umat Islam. Para kiai beserta santri-santri datang berbondong-bondong melawan tentara Inggris. Luar biasa!
Tentara Inggris yang datang dengan pasukan darat, udara, dan laut tak mampu membendung perlawanan laskar kiai dan santri. Itulah kisah perjuangan rakyat Indonesia yang dipelopori para kiai dan santri di bawah komando Bung Tomo.
Bangsa ini jangan sampai melupakan peran santri dalam mempertahankan kemerdekaan negara kita. Mereka mungkin tidak terlatih seperti tentara. Mereka juga tidak belajar taktik perang dari buku-buku di sekolah atau di pesantren. Mereka pun tidak segagah para prajurit yang selalu latihan fisik di kamp-kamp pelatihan. Mereka sama sekali belum mengenal strategi perang melawan musuh di medan juang. Tapi, mereka memiliki kekuatan tersembunyi di dalam dada, kekuatan iman yang tak ada bandingannya.
BACA JUGA: Apa Itu Santri?
Mereka mungkin belum pernah ke medan juang, tapi mereka tahu bagaimana caranya berjuang dan memahami tujuan perjuangan. Di dalam hati mereka tersimpan bom spiritual yang siap meledak dan membuat gentar lawan-lawan. Merekalah para pemberani yang tidak takut menyongsong maut.
Karena itu, wajarlah jika ada yang mengatakan pesantren itu adalah benteng terakhir perjuangan. Para pemuda di dalamnya merupakan generasi terbaik bangsa yang sedang dididik dan dibina, layaknya Gatotkaca yang ditempa di kawah Candradimuka. Mereka memperkuat hati dan pikiran, bukan hanya fisik dan persenjataan. Hati dan pikiran yang kuat akan melahirkan jiwa yang hebat. Mereka akan menjadi generasi yang penuh semangat dan pantang menyerah.
Santri-santri bukanlah anak-anak muda yang mudah digertak dan ditakut-takuti. Mereka tidak takjub akan kebesaran selain kebesaran Allah. Mereka tidak takut selain kepada Allah. Di pesantren, mereka menjelma pemuda-pemuda yang berhati suci, bermental baja, berpikiran jernih, berjiwa pemberani, dan bercita-cita tinggi. Pesantren menjadi benteng terkokoh yang menjaga mereka dari racun-racun dan sampah-sampah perjuangan.
Usia muda adalah waktu emas yang sungguh berharga. Santri-santri menghabiskannya di pesantren ketika teman-teman seusia mereka di luar sana disibukkan dengan dunia hiburan yang melenakan. Menjelang pagi, ia bangun dari kasur tipisnya untuk menyambut hari yang berkah, bahkan sebelum ayam jantan ramai berkokok. Sementara di luar sana, kasur empuk dan nyaman membuat teman-teman mereka merapatkan selimut di badan, hingga mereka pun sampai tak tahu kapan matahari muncul dari balik awan.
Seorang santri begitu menghargai hari-harinya untuk berbekal diri. Ia belajar, membaca, menelaah, mengkaji, dan menyerap ilmu dari guru-guru teladan yang berhati tulus dan tanpa pamrih. Baginya, masa muda bukan untuk berfoya-foya, masa remaja bukan untuk bermanja-manja. Ketahuilah, bahwasanya masa yang paling indah adalah masa di kala menuntut ilmu. Pengalaman yang paling indah adalah pengalaman menuntut ilmu. Beruntunglah kamu mengalaminya di sini, di dunia pesantren.
Pesantren adalah dunia pendidikan kehidupan. Di sini, lantunan Al-Qur’an terdengar merdu dan menenangkan menjelang shalat di waktu fajar. Buku dan pena menjadi sahabat santri setiap saat, baik pada jam belajar maupun di waktu luang. Para santri menjalin persahabatan tanpa tersekat perbedaan. Mereka bersatu untuk satu tujuan. Potensi mereka berkembang, bakat dan minat mereka tersalurkan dalam segala aktivitas yang bermanfaat untuk kehidupan. Mereka tumbuh menjadi pemuda-pemuda terampil dan percaya diri di segala bidang. Mereka tahu bahwa hidup hanyalah sekali. “Maka, hiduplah yang berarti,” pesan sang kiai kepada santri-santrinya.
BACA JUGA: Pendapat Ulama tentang Buta Hati
Dengan melihat dunia pesantren, seorang jenderal yang memiliki segudang pengalaman pasti tidak akan ragu memilih prajurit-prajuritnya. Ia menyadari bahwa santri-santri yang duduk di hadapannya itu adalah prajurit-prajurit handal yang selalu siap setiap saat. Mereka generasi hebat. Bahkan, kehebatan mereka bukan sekadar kisah dongeng yang hanya terbayang dalam khayalan.
Santri-santri telah membuktikan jiwa patriotik mereka dalam membela bangsa dan negara. Hari Pahlawan yang selalu kita peringati itu adalah hari yang sebenarnya dipersembahkan untuk kepahlawanan kaum santri. Mereka menginspirasi para pejuang negeri ini agar rela berjuang demi harkat dan martabat bangsa. Merekalah anak-anak singa yang kelak akan membuat gentar barisan serigala. Mereka akan membawa negeri ini bangkit memimpin peradaban dunia. Wallahu a’lam bi as-shawab. []