IMAM ‘Izzuddin bin ‘Abdis Salam menyatakan bahwa bentuk-bentuk keringanan (takhfifat) dalam syariat ada enam, yaitu:
1. Keringanan dalam bentuk menggugurkan kewajiban (تخفيف إسقاط), seperti gugurnya kewajiban Shalat Jum’at, haji, ‘umrah dan jihad karena adanya uzur.
2. Keringanan dalam bentuk pengurangan dari kewajiban asalnya (تخفيف تنقيص), seperti meringkas (qashar) shalat saat dalam perjalanan, dari empat rakaat menjadi dua rakaat.
BACA JUGA: Ketahuilah, Ini Ketentuan tentang Kain Kafan dalam Syariat Islam
3. Keringanan dalam bentuk mengganti satu kewajiban dengan hal lain yang lebih mudah saat itu (تخفيف إبدال), seperti mengganti wudhu dan mandi wajib dengan tayammum. Juga mengganti berdiri dalam shalat dengan duduk atau berbaring, juga mengganti puasa dengan membayar fidyah (memberi makan orang miskin).
4. Keringanan dalam bentuk mendahulukan satu kewajiban dari waktunya yang seharusnya (تخفيف تقديم), seperti jama’ taqdim shalat saat safar dan hujan, atau jama’ taqdim secara mutlak (bukan karena safar atau hujan) selama tidak jadi kebiasaan, sebagaimana pendapat sebagian ulama mujtahid.
Demikian juga, menunaikan zakat mal sebelum sampai haul, atau zakat fithri sejak awal Ramadhan atau bahkan sebelum Ramadhan, serta mendahulukan melaksanakan kaffarah sumpah sebelum pembatalan sumpah.
5. Keringanan dalam bentuk menunda pelaksanaan kewajiban sampai keluar dari waktunya yang seharusnya (تخفيف تأخير), seperti jama’ ta’khir shalat saat safar, qadha puasa Ramadhan karena sakit atau safar, juga menunda pelaksanaan shalat untuk orang yang membantu menyelamatkan orang yang tenggelam, dan semisalnya.
6. Keringanan dalam bentuk memberikan kemudahan dan kelapangan pada kondisi tertentu (تخفيف ترخيص), seperti kebolehan memakan bangkai bagi orang yang kelaparan, kebolehan berobat dengan benda najis, serta kebolehan minum khamr bagi orang yang tersedak dan tidak ada minuman lain di dekatnya.
BACA JUGA: Perbedaan Syariat dan Hakikat
Imam Al-‘Allai menambahkan bentuk keringanan yang ketujuh, yaitu keringanan dalam bentuk mengubah aturan ibadah tertentu (تخفيف تغيير), seperti mengubah aturan shalat saat peperangan berkecamuk (shalat khauf).
Namun tambahan ini dikritik oleh sebagian ulama, bahwa itu bisa masuk dalam takhfif tanqish karena ia mengurangi aturan shalat dari keadaan normalnya, atau masuk pada takhfif tarkhish. Karena itu, pembagiab takhfifat ini menjadi enam sudah tepat dan cukup, tanpa perlu penambahan lagi.
Wallahu a’lam. []
Rujukan: Idhah Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah, karya Syaikh ‘Abdullah bin Sa’id Al-Lahji, Halaman 74-75, Penerbit Dar Adh-Dhiya, Kuwait.
facebook: Muhammad Abduh Negara