Islam bukanlah syariat yang berlawanan dengan realita. Islam bukan pula syariat yang memaksakan setiap pengikutnya untuk melakukan seuatu, tanpa memberi batas toleransi sedikit pun. Dalam banyak kasus, Islam justru memberikan banyak kemudahan dan kelonggaran.
Tidak kita pungkiri bahwa Islam mengajarkan kita untuk lebih mendahulukan yang kanan dalam hal yang baik. Dan kita pun yakin, ajaran ini ternyata sejalan dengan fitrah manusia. Bisa kita saksikan, sekalipun orang itu tidak kenal agama, dia memiliki tabiat untuk makan dengan tangan kanan dan bersuci sehabis buang air dengan tangan kiri.
Islam mengabadikan fitrah ini dan mendorong masyarakat untuk melestarikannya. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang ditegaskan dalam kisah Aisyah,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُعْجِبُهُ التَّيَمُّنُ، فِي تَنَعُّلِهِ، وَتَرَجُّلِهِ، وَطُهُورِهِ، وَفِي شَأْنِهِ كُلِّهِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suka mendahulukan yang kanan ketika memakai sandal, menyisir, bersuci, dan dalam semua urusannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Bahkan dalam kondisi tertentu, Islam sangat menekankan kepada kita untuk menggunakan tangan kanan. Di antaranya adalah ketika makan. Disebutkan dalam hadis dari Ibnu Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا أكل أحدكم فليأكل بيمينه، وإذا شرب فليشرب بيمينه، فإن الشيطان يأكل بشماله ويشرب بشماله
“Apabila kalian makan, gunakan tangan kanan. Jika kalian minum, gunakanlah tangan kanan. Karena setan makan dan minum dengan tangan kiri.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi nasihat kepada anak kecil (Umar bin Salamah) yang makan dengan tangan kiri. Beliau menasihatkan,
كُل بيمينك وكل مما يليك
“Makanlah dengan tangan kananmu dan makan yang ada di dekatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat marah, ketika ada orang yang makan dengan menggunakan tangan kiri; sebagaimana disebutkan dalam hadis Salamah bin Akwa’, Suatu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang yang makan dengan tangan kiri. Beliau langsung mengingatkan,
كل بيمينك
“Makanlah dengan tangan kananmu.”
Orang itu menjawab, “Aku tidak bisa.”
Beliau langsung marah, dan mendoakan keburukan untuknya,
لا استطعت، ما منعه إلا الكبر
“Kamu tidak akan bisa. Tidak ada yang menyebabkanmu melakukan hal itu, selain rasa sombong.”
Seketika itu, orang ini tidak mampu mengangkat tangannya ke mulutnya. (HR. Muslim)
Demikianlah pendidikan yang diberikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabatnya. Bahkan sampai harus dilakukan dengan ancaman. Hanya saja ini berlaku jika mampu menggunakan tangan kanan.
Imam Nawawi mengatakan,
وهذا إذا لم يكن عذر، فإن كان عذر يمنع الأكل والشرب باليمين من مرض أو جراحة أو غير ذلك فلا كراهة
Ini berlaku jika tidak ada uzur. Jika ada uzur yang menyebabkan tidak bisa makan dan minum dengan tangan kanan, karena sakit atau luka atau yang lainnya maka hukumnya tidak makruh. (Syarh Sahih Muslim, 13:191)
Demikian, disadur dari Fatawa Syabakah Islamiyah, no. 34327
Kita paham bahwa kidal adalah kelainan. Karena kondisi ini tidak sesuai keadaan normalnya manusia. Untuk itu, orang yang mengalami kidal, hendaknya dia berusaha melatih diri dengan membiasakan menggunakan tangan kanan.
Selagi masih mampu menggunakan tangan kanan, diupayakan untuk menggunakan yang kanan. Dengan semangat meniru sunah, insya Allah menjadi ladang pahala. wallahu a’lam.[]
Sumber:konsultasisyariah