ADA orang yang sangat berambisi untuk mendapatkan dunia, menjadi orang kaya, terkenal, dan berkedudukan tinggi. Tapi tetap tak kunjung diraihnya. Namun sebaliknya ada orang yang tidak menginginkan apa-apa kecuali dari apa yang telah Allah takdirkan untuknya. Allah justru memberikan untuknya.
Lihatlah bagaimana para ulama terdahulu, mereka bukanlah orang yang gila popularitas, bahkan kalau perlu tak ada yang mengenalinya. Karena beratnya ujian menjadi seorang terkenal, tapi mengapa tetap menjadi terkenal?
Allah membuat mereka terkenal bahkan mereka tiada pun manusia masih menyebutnya? Tak lain semua itu Allah yang mengangkatnya. Terkenalnya mereka di langit ternyata membuat mereka rahimahumullah dikenal juga oleh penduduk bumi.
Memang tak ada manusia yang bebas dari nafsu duniawi. Nafsu jabatan, ketenaran, dan nikmat lainnya di dunia. Namun semua itu bisa dikendalikan dengan iman dan ilmu. Sedangkan realisasinya Allah tetap hanya akan memberikan kepada orang yang dikehendakiNya.
Allah Ta’ala berfirman,
اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗاِنَّهٗ كَانَ بِعِبَادِهٖ خَبِيْرًاۢ بَصِيْرًا
“Sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki); sungguh, Dia Maha Mengetahui, Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-Isra: 30)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa hanya Allah yang bisa menentukan rezeki yang diberikan kepada hambaNya. Kapan Allah lapangkan, sempitkan, tahan, atau ulurkan. Semua dilakukan sekehendakNya.
Dalam kitab Ibnu Katsir disebutkan sebuah hadits qudsi. Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda,
Allah Ta’alaa berfirman, “Di antara hamba-hambaKu terdapat orang yang tidak menjadi baik kecuali dengan kemiskinan. Jika Aku memberi kekayaan niscaya rusaklah agamanya dan diantara hamba-hambaKu terdapat orang yang tidak menjadi baik kecuali dengan kekayaan, jika Aku memberikan kemiskinan niscaya rusaklah agamanya.” (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyah Al-Auliya’ 8: 318 lewat jalur Al-Hasan bin Yahya Al-Khasyniy, dari Shidqah bin ‘Abdillah, dari Hisyam Al Kanani, dari Anas. Hadits ini dha’if). (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5: 71)
BACA JUGA: Rif’i bin Hirasy bin Jahsy Al-Ghathfani, Baru Tersenyum Setelah Meninggal Dunia
Adapula bagi sebagian manusia kekayaan terkadang merupakan istidraj dan kemiskinan sebagai siksaan. Nauzubillah.
Namun Allah akan memberikan hak-hak setiap hamba terhadap apa yang mereka usahakan. Bila mereka mendambakan akhirat maka Allah akan memudahkannya dan bila mereka mendambakan dunia maka Allah hanya akan memberikan dunia saja, itu pun menurut apa yang telah Allah takdirkan untuknya. Sementara di akhirat mereka tidak memperoleh apa-apa.
Sebab itulah Allah memerintahkan supaya manusia memilih dan mengupayakan segala sesuatu karena Allah (ikhlas) dan sesuai dengan petunjuk syariat. Karena keuntungannya bukan hanya untuk di dunia melainkan akhirat.
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Mas’ud dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Barang siapa yang menderita kemiskinan lalu dia meminta rezeki melalui manusia maka rezeki itu tidak dapat mengatasi kemiskinannya dan barangsiapa yang memintanya melalui Allah maka Allah akan mengirimkan kepadanya kekayaan baik di dunia dan akhirat.”
Rezeki di dunia ini sudah ada takarannya, baik harta, jabatan, popularitas, dan yang lainnya. Maka tak perlu berambisi untuk meraihnya. Lakukan apa yang menjadi kewajiban dan bila menginginkan sesuatu mintalah kepada Allah sebagaimana Allah menyeru hambaNya untuk berdoa. Namun dengan catatan dan syarat ketentuan berlaku.
Allah Ta’ala berfirman,
إِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ ۖ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ ۖ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُون
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. Al-Baqarah: 186)
BACA JUGA: Diamlah, Biarlah Dunia Sepi
Dalam Shahih Muslim, diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,
“Tetap dikabulkan doa seorang hamba, selama ia tidak berdoa untuk perbuatan dosa atau pemutusan hubungan (silaturrahmi) dan selama tidak minta dipercepat.” Ada seseorang bertanya, “Ya Rasulullah, apa yang dimaksud dengan minta dipercepat itu?” Beliau pun menjawab, “(Yaitu) ia berkata, Aku sudah berdoa dan terus berdoa tetapi belum pernah aku melihat doaku dikabulkan. Maka pada saat itu ia merasa letih dan tidak mau berdoa lagi.”
Semoga kita tetap qonaah dengan segala apa yang telah ditetapkan Allah.
Barakallahu fiikum.
Wallahu a’lam bi showab. []