DALAM surat Al-Kahfi ayat 19, Allah membangunkan para pemuda yang telah tertidur lelap dalam waktu yang panjang. Setelah dibangunkan, mereka saling bertanya satu sama lain tentang sudah berapa lama mereka berada di gua.
وَكَذَٰلِكَ بَعَثۡنَٰهُمۡ لِيَتَسَآءَلُواْ بَيۡنَهُمۡۚ قَالَ قَآئِلٞ مِّنۡهُمۡ كَمۡ لَبِثۡتُمۡۖ قَالُواْ لَبِثۡنَا يَوۡمًا أَوۡ بَعۡضَ يَوۡمٖۚ قَالُواْ رَبُّكُمۡ أَعۡلَمُ بِمَا لَبِثۡتُمۡ فَٱبۡعَثُوٓاْ أَحَدَكُم بِوَرِقِكُمۡ هَٰذِهِۦٓ إِلَى ٱلۡمَدِينَةِ فَلۡيَنظُرۡ أَيُّهَآ أَزۡكَىٰ
طَعَامٗا فَلۡيَأۡتِكُم بِرِزۡقٖ مِّنۡهُ وَلۡيَتَلَطَّفۡ وَلَا يُشۡعِرَنَّ بِكُمۡ أَحَدًا
“Dan 6 demikianlah Kami bangkitkan (bangunkan) mereka sehingga mereka saling bertanya satu sama lain. Salah satu dari mereka berkata: Berapa lama kalian tinggal (di gua ini)?
Mereka berkata: kami tinggal sehari atau sebagian hari. (sebagian) mereka berkata: Rabb kalian lebih tahu tentang (berapa lama) kalian tinggal.
Utuslah salah seorang dari kalian dengan membawa uang dirham ini ke kota dan hendaknya ia mencari makanan yang paling suci (halal) dan datang kembali dengan membawa rezeki darinya.
Hendaknya ia menjalankannya secara sembunyi-sembunyi dan janganlah sampai diketahui pihak lain.”
Setelah masa tidur yang sangat lama (lebih dari 3 abad), para pemuda itu dibangunkan oleh Allah Ta’ala.
Mereka saling bertanya-tanya tentang berapa lama mereka tertidur. Sebagian menyangka mereka tertidur selama sehari. Di dalam Tafsir al-Jalalain dijelaskan bahwa mereka masuk gua saat terbit matahari dan bangun saat menjelang tenggelam matahari.
Oleh sebab itu, sebagian di antara mereka mengira bahwa bangunnya mereka adalah di hari yang sama dengan saat mulai tertidur.
Namun, ucapan yang paling bijak dan tepat adalah yang mengembalikan pengetahuan berapa lama mereka tertidur itu kepada Allah Azza Wa Jalla.
BACA JUGA: Siapa Saja Pemuda Beriman dalam Kisah Ashabul Kahfi?
Pada ayat ini, terkandung bolehnya muamalah al-wakaalah (mewakilkan suatu akad jual beli atau semisalnya). Sebagaimana Ash-haabul Kahfi tersebut mengutus satu orang untuk membeli makanan.
Ayat ini juga memberikan faedah bolehnya memakan makanan terbaik yang halal selama tidak berlebihan. Karena Ash-haabul Kahfi tersebut mengharapkan azkaa tho’aaman (makanan halal yang terbaik terlezat).
Sebagian Ahlut Tafsir menjelaskan bahwa para pemuda ini adalah anak pembesar/pejabat di kota itu yang biasa memakan makanan yang lezat (faedah dari Tafsir as-Sa’di). []
Dikutip dari channel telegram TAFSIR AL-QUR’AN, oleh Ustaz Abu Utsman Kharisman
SUMBER: PUSAT STUDI ISLAM