SALAH satu syarat sah shalat Jumat adalah berjamaah. Ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Abu Dawud.
“Dari Thariq bin Syihab, dari Rasulullah Saw. bersabda: ” Shalat Jumat itu wajib hukumnya bagi Muslim dan dilaksankan secara jama’ah.” (HR ABu Dawud).
Para ulama telah menyepakati itu. Namun, terkait batasan jamaah shalat jumat masih jadi perdebatan.
BACA JUGA: Ada Apa di Balik Rakaat Shalat Dhuha?
Menurut golongan pengikut Abu Hanifah, tiga orang makmun dan satu imam sudah memenuhi syarat jama’ah dalam shalat Jumat. Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan Ad Daruquthni.
“Dari Ummi ‘Abdillah Ad Dausiyah,ia berkata RAsulullah Saw. bersabda: “Shalat Jumat itu hukumnya wajib dilaksanakan di suatu desa, meskipun penduduknya hanya empat orang.” (HR Ad Daruquthni).
Sedangkan menurut pendapat pengikut Imam Maliki, syarat jumlah makmum yang mencukupi untuk shalat Jumat adalah dua belas orang. Hal ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Imam Muslim.
“Dari Jabir bin ‘Abdillah ra. bahwasanya suatu ketika Rasulullah Saw. sedang berkhutbah Jumat sambil berdiri. Tiba-tiba,datang rombongan dari negeri Syam yang membawa barang-barang. Maka pada saat itu, orang-orang berhamburan menghampiri sehingga jamaah yang tersisa tinggal dua belas orang. Kemudian turunlah ayat tentang Jumat: “Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri…”(QS Al Jumu’ah: 11).” (HR Muslim)
Sementara itu, menurut pendapat pengikut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal, diperlukan empat puluh orang makmum agar syarat jamaah shalat Jumat itu terpenuhi. Ini didasarkan pada mauquf Jabir bin Abdullah.
“Dari Jabir bin Abdullah, berkata: “Telah berlaku sunnah bahwa dalam setiaptiga orang perlu ditunjuk satu imam, dan dalam setiap empat puluh orang atau lebih dapat didirikan shalat Jumat, shalat Idul Adha, dan shalat IdulFitri. Hal itu karena mereka dapat disebut jamah.” (HR Ad Daruquthni)
BACA JUGA: Ini Dia 6 Syarat Shalat Jumat
Terkait adanya perbedaan tersebut, bagaimana menyikapinya? Tentu ini harus disikapi secara bijak. Tidak perlu mengedepankan atau ‘ngotot’ memperdebatkan masalah furu’iyah dalam fiqih. Yang terpenting, pendapat manapun yang dipegang harus lah didasarkan pada dasar hukum yang memang sudah diyakini dan dimengerti. Sebab, mengikuti sesuatu tanpa ilmu itu tidak diperbolehkan dalam ajaran Islam, sebagaimana firman Allah:
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta pertanggungjawabannya.” (QSAl Isra’: 36)
Nah, daripada meributkan soal jumlah jamaah shalat Jumat, lebih baik dirikan saja shalat Jumat berjamaahnya. Itu lebih utama daripada meninggalkannya karena perdebatan furu’iyah semacam itu. []
Sumber: Superberkah Shalat Jumat/Karya: Firdaus Wajhi dan Luthfi Arif/Penerbit: Hikmah/Tahun: 2008