Hari-hari ini, Kapolri Jenderal Tito Karnavian tampaknya harus bekerja keras untuk membuktikan kebenaran tuduhan bahwa PT Indo Beras Unggul (IBU) melakukan pengoplosan beras bersubsidi menjadi beras premium yang dijual dengan harga mahal. Negara dikatakan rugi ratusan triliun rupiah, sedangkan fakta menunjukkan omzet IBU hanya empat triliun per tahun.
Kalau tidak bisa membuktikannya, Pak Tito akan kehilangan muka, kredibilitas dan bahkan bisa kehilangan jabatan. Kalau kehilangan muka, mungkin bisa diganti dengan muka baru. Kehilangan jabatan, bisa dibuatkan jabatan baru. Yang berat adalah kehilangan kredibilitas, apa ada yang mau kasih kredit baru?.
Jelasnya, harus kerja keras untuk menghadapi serangan balik IBU. Mungkin, inilah kecerobohan tingkat tinggi dengan risiko tinggi.
IBU membantah tuduhan polisi dengan data yang lengkap. Kemudian, bantahan itu didukung oleh sejumlah pejabat tinggi dan banyak anggota DPR dari berbagai partai. Dukungan kepada IBU juga sangat deras datang dari netizen.
Bulog, kata Mensos Khofifah Indar Parawangsa, memastikan IBU tidak mengoplos rastra (dulu raskin) yang diperuntukkan bagi kalangan tak mampu. Kemudian, bermunculan fakta-fakta bahwa IBU membeli beras dari petani dengan harga jauh lebih tinggi dari harga beli Bulog. Praktik IBU ini sangat membantu petani.
Seterusnya, ada sejumlah testimoni (kesaksian) dari orang-orang yang sudah berpengalaman berbisnis beras. Intinya, apa yang dilakukan IBU dalam pengolahan gabah sampai menjadi beras premium merupakan praktik yang wajar. Tidak ada yang harus dipersoalkan.
Semula dituduhkan bahwa IBU mengemas beras bersubsidi IR64 dengan harga beli Rp6,000 sampai Rp7,000 per kilo menjadi beras premium dengan harga jual Rp20,000 per kilo. Maknyuss dan Ayam Jago adalah dua label yang dikatakan beras oplosan.
Mantan menteri pertanian, Anton Apriyantono, yang duduk sebagai komisaris PT Tiga Pilar Sejahteran yang merupakan induk IBU, menegaskan bahwa sekarang ini beras IR64 sudah sangat jarang ditemukan. Sudah berganti varitas baru. Anton mengatakan dia akan menuntut pihak-pihak yang menuduh perusahaannya melakukan pengoplosan.
Kenapa penggerebekan beras oplosan itu berbalik menerpa Pak Tito?
Salah satu kemungkinannya adalah bahwa informasi yang disajikan kepada beliau adalah “informasi oplosan”. Informasi yang tidak akurat. Informasi yang menyesatkan. Kata seorang pemerhati, bisa jadi informasi yang dibisikkan oleh tengkulak gabah yang kalah bersaing dengan IBU. Si tengkulak tak sanggup membeli beras dengan harga tinggi dari petani seperti yang dilakukan IBU.
Jadi, kelihatannya kita akan menyaksikan drama baru yang pasti akan seru. Pasti seru, karena Pak Tito dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, harus melanjutkan tuduhan itu dengan “risiko premium” (bukan “risiko rastra”). Kedua, meminta maaf secara terbuka dan, biasanya di negeri lain, diikuti oleh penyerahan jabatan secara sukarela. []