MEREKA yang beramal dengan ilmu, akan mendapat perbedaan beberapa derajat.
Sempat dinaikkan di esai KuliahOnline, cerita tentang seorang pegawai yang makan siang usai shalat Jumat. Ketika dia lagi makan, datang kawannya menemani satu meja. Ia pun turut makan. Ketika mau bayar, dia ditahan oleh kawannya ini, “Biar aku saja yang bayar”, katanya. Jadilah ia dibayarkan makanannya itu. Hitung punya hitung, makanannya itu 10 ribu.
Apakah peristiwa itu peristiwa biasa?
BACA JUGA: Sedekah Tidak Menunggu Kaya
Iya, kalau melihat dari kacamata tanpa ilmu. Kita anggap itu adalah peristiwa biasa, peristiwa sehari-hari. Tapi andai dia mengetahui sedikit saja tentang fadhilah amal, subhanallah, dia akan berdecak kagum. Bukan tidak mungkin, dia, bila terus meningkatkan ilmu dan kepahamannya, akan meningkatkan juga amalnya.
Memangnya ada apa?
Rupanya ketika shalat Jumat, dia bersedekah seribu rupiah.
Loh, hubungannya apa dengan makan siangnya?
Ada! Bukankah Allah menjanjikan balasan 10 kali lipat? Dan di beberapa hadits kita menemukan bahwa Allah berkehendak juga membayar sedekah seseorang dengan tunai, ajjaltu lahu fil ‘aajil. Dibayar kontan. Nah, itulah bayaran kontannya. Cuma, kalo enggak tahu, dianggapnya itu peristiwa biasa saja. Bukan hadiah dari Allah sebab amalnya.
Menarik enggak?
Tergantung. Kalau saya yang jadi dia, harusnya ini menjadi “brosur yang tidak terlihat” untuk percaya lebih lagi akan janji-Nya dan memperbaiki amal.
Andai ya, andai… orang ini ternyata membawa 100 ribu, alias ada pecahan 100 ribu, selain pecahan seribu, maka ketika “new experiental learning” didapat dan disadari, tentu ia akan “menyesal” dan “berjanji” akan memperbaiki serta mengubah kualitas amalnya. Saya memberi tanda kutip, sebab kebanyakan memang manusia cuma bisa berjanji, he…he…he… tidak mempraktekkan langsung. Harusnya’kan praktekkan saja langsung. Ya, mestinya langsung dong dia sedekah 100 ribu.
Tapi sayang, kebanyakan orang tidak berilmu. Sekalinya ada yang berilmu, tidak berani menyandarkan ilmunya ini menjadi sebuah keyakinan, bahwa peristiwa itu terjadi pastilah ada hubungannya dengan sedekah di saat shalat Jumat.
BACA JUGA: Sedekahlah, Maka Allah Mudahkan
Tampaklah di sini bedanya antara orang yang beramal dengan ilmu dan tanpa ilmu. Saya insya Allah meyakini, mengapa pula beda derajatnya, sebab memang amalannya beda. Seseorang yang berilmu, akan beramal dengan ilmunya itu. Sehingga ada keyakinan dan harapan. Bukankah keyakinan dan harapan juga adalah sebuah kelezatan ibadah tersendiri?
Di dalam kehidupan nyata, katakanlah kita bekerja, maka akan terasa beda’kan, andai, kita tahu hasilnya? Ketika kita tahu bahwa pekerjaan kita akan menguntungkan, kita bersemangat. Dan bukanlah kesalahan memotivasi diri dengan hal-hal yang halal yang menjadi hak kita. Membuat kita lebih bersemangat dan berkreasi.
Mengetahui fadhilah/keutamaan ibadah juga merupakan suatu ilmu. Mengetahuinya saja sudah merupakan ibadah. Dan mencari ilmu juga suatu ibadah. Lekas ia akan berpengaruh buat langkah dan hasil langkah kita.
”Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan,” (QS. al-Mujaadilah: 11). []
Sumber: The Miracle of Giving/Karya: Ust. Yusuf Mansur/Penerbit: PT. Bestari Buana Murni