MENAHAN lapar dan dahaga adalah salah satu konsekuensi ketika kita menjalankan ibadah puasa. Lalu bagaimana dengan seseorang pekerja berat. Bolehkah ia berbuka puasa?
Sebenarnya tidak ada dalil yang secara langsung menyebutkan tentang keringanan untuk tidak puasa bagi pekerja berat. Yang disebutkan dalam Al-Quran sebatas orang sakit, musafir, orang yang tidak mampu. Dan di dalam hadits disebutkan tentang larangan orang yang haidh atau nifas untuk berpuasa.
Bahkan wanita yang hamil dan menyusui yang para ulama sepakat mendapatkan keringanan, ternyata tidak ada dalil yang eksplisit menyebutkan kebolehannya. Sehingga ketika bicara tentang bagaimana membayar hutang puasanya, mereka pun berbeda pendapat.
Maka wajar bila tidak kita temukan dalil yang membolehkan orang yang bekerja berat itu tidak berpuasa. Dalil yang dimaksud disini adalah dalil yang bersifat langsung dan eksplisit menyebutkannya.
Namun di balik ketiadaan dalil itu, para ulama menyebutkan dalam kondisi tertentu dan syarat tertentu dan tidak ada pilihan lain, mereka bisa saja tidak berpuasa. Namun ada sejumlah syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi. Lalu apa dalil yang membolehkan keadaan darurat bisa dijadikan alasan atau udzur syar’i buat meninggalkan puasa Ramadhan yang hukumnya wajib?
Dalil Yang Membolehkan
Pada dasarnya agama melarang seseorang mencelakakan dirinya sendiri, walau hal itu karena memaksakan diri berpuasa. Allah SWT menegaskan hal itu di dalam firman-Nya :
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik,” (QS. Al-Baqarah: 195).
Bila puasa yang dilakukannya akan membuatnya masuk ke dalam jurang kebinasaan, maka justru syariat Islam mengharamkan puasa. Orang itu justru diwajibkan untuk segera makan dan minum, untuk mengembalikan vitalitas tubuhnya.
Apalagi bila kondisi orang sudah sangat lemah hampir mati karena memaksakan diri untuk berpuasa, maka justru hukumnya diharamkan berpuasa. Sebab kalau sampai puasanya itu membuat dirinya meninggal, sama saja dengan bunuh diri. Padahal hukumnya diharamkan lewat Al-Quran dan As-Sunnah.
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah sangat mengasihi kamu,” (QS. An-Nisa: 29).
“Orang yang melempar tubuhnya dari atas gunung, berarti dia melempar dirinya masuk ke dalam neraka jahanam, kekal untuk selama-lamanya,” (HR. Bukhari).
Ketentuan
Para ulama menetapkan bahwa orang yang kerja berat tanpa ada sedikitpun kemungkinan untuk melakukan puasa, dia boleh tidak berpuasa. Tetapi ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi, antara lain :
1.Niat Puasa
Pertama yang harus dilakukannya adalah dia harus berniat untuk berpuasa terlebih dahulu di malam hari. Lalu makan sahur karena makan sahur itu sunnah dan demi mendapatkan barakah.
Seolah-olah dia ingin berpuasa penuh hari di hari itu, maka niatnya pun harus sempurna, yaitu ingin melaksanakan ibadah puasa yang hukumnya fardhu ain.
2. Tidak Berbuka Kecuali Saat Tidak Kuat
Pada siang hari ketika bekerja, apabila ternyata masih kuat untuk meneruskan puasa, wajib untuk meneruskan puasa. Sedangkan bila tidak kuat dalam arti yang sesungguhnya, maka barulah dia boleh berbuka.
Sehingga dalam hal ini, mungkin saja seorang pekerja berat ternyata mampu meneruskan puasanya, dan hal itu patut disyukuri.
Namun manakala dia sudah lemas hampir mati, kelaparan, kehausan, dan terlalu letih, pusing-pusing dan tidak kuat lagi, barulah dia membatalkan puasanya itu.
3. Menjaga Kehormatan Bulan Puasa
Untuk itu dia wajib menjaga kehormatan bulan Ramadhan, dengan tidak makan dan minum di depan orang banyak. Dia harus mencari ‘lubang persembunyian’, demi agar tidak nampak di tengah masyarakat bahwa dia tidak berpuasa.
Pemandangan yang sangat memilukan seringkali kita saksikan, bahwa mereka para pekerja kasar itu sejak pagi sudah makan dan minum di tempat publik. Sama sekali tidak merasa malu bila dirinya tidak berpuasa. Kadang alasannya karena orang yang kerja berat boleh tidak berpuasa. Padahal perbuatan makan dan minum di depan orang yang sedang menunaikan ibadah puasa adalah perbuatan yang berdosa juga.
4. Mengganti di Hari Lain
Orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa di bulan Ramadhan bukan berarti bebas lepas tidak berpuasa seenaknya. Di leher mereka ada tali yang mengekang mereka, yaitu kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain.
Selain itu yang bersangkutan harus mengupayakan untuk menyiapkan diri agar bisa berpuasa Ramadhan sejak setahun sebelumnya.
Yang Termasuk Darurat
1. Lapar dan Haus Yang Sangat
Islam memberikan keringanan bagi mereka yang ditimpa kondisi yang mengharuskan makan atau minum untuk tidak berpuasa, yaitu kondisi yang memang secara nyata membahayakan keselamatan jiwa sehingga makan dan minum menjadi wajib. Seperti dalam kemarau yang sangat terik dan paceklik berkepanjangan, kekeringan dan hal lainnya yang mewajibkan seseorang untuk makan atau minum.
Namun kondisi ini sangat situasional dan tidak bisa digeneralisir secara umum. Karena keringanan itu diberikan sesuai dengan tingkat kesulitan. Semakin besar kesulitan maka semakin besar pula keringanan yang diberikan. Sebaliknya, semakin ringan tingkat kesulitan, maka semakin kecil pula keringanan yang diberikan.
“Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. Al-Baqarah : 173).
Ini mengacu pada kaidah fiqih yang berbunyi :
Bila tingkat kesulitan suatu masalah itu luas (ringan), maka hukumnya menjadi sempit (lebih berat). Dan bila tingkat kesulitan suatu masalah itu sempit (sulit), maka hukumnya menjadi luas (ringan).
Kedaruratan itu harus diukur sesuai dengan kadarnya (ukuran berat ringannya).
2. Dipaksa atau Terpaksa
Orang yang mengerjakan perbuatan karena dipaksa dimana dia tidak mampu untuk menolaknya, maka tidak akan dikenakan sanksi oleh Allah. Karena semua itu diluar niat dan keinginannya sendiri.
Termasuk di dalamnya adalah orang puasa yang dipaksa makan atau minum atau hal lain yang membuat puasanya batal. Sedangkan pemaksaan itu beresiko pada hal-hal yang mencelakakannya seperti akan dibunuh atau disiksa dan sejenisnya. Ada juga kondisi dimana seseorang terpaksa berbuka puasa, misalnya dalam kondisi darurat seperti menolong ketika ada kebakaran, wabah, kebanjiran, atau menolong orang yang tenggelam.
Dalam upaya seperti itu, jika dia terpaksa harus membatalkan puasa, maka hal itu dibolehkan selama tingkat kesulitan puasa itu sampai pada batas yang membolehkan berbuka. Namun tetap ada kewajiban untuk mengganti puasa di hari lain.
3. Pekerja Berat
Orang yang karena keadaan harus menjalani profesi sebagai pekerja berat yang membutuhkan tenaga ekstra terkadang tidak sanggup bila harus menahan lapar dalam waktu yang lama. Seperti para kuli angkut di pelabuhan, pandai besi, pembuat roti dan pekerja kasar lainnya.
Bia memang dalam kondisi yang membahayakan jiwanya, maka kepada mereka diberi keringanan untuk berbuka puasa dengan kewajiban menggantinya di hari lain. []
Sumber: Konsultasi syariah