SUDAN—Krisis keuangan telah menyebabkan beberapa diplomat Sudan tidak digaji selama berbulan-bulan. Akibatnya mereka memilih untuk pulang ke negaranya, Menteri Luar Negeri Sudan Ibrahim Ghandour mengatakan pada Rabu (18/4/2018).
Dalam pidato di parlemen, Ghandour mengatakan bahwa kementeriannya juga tidak dapat membayar sewa untuk beberapa misi diplomatik di seluruh dunia karena alasan yang sama.
“Selama berbulan-bulan para diplomat Sudan belum menerima gaji dan ada juga penundaan pembayaran sewa untuk misi diplomatik,” kata Ghandour.
Sudan telah menghadapi krisis keuangan akibat situasi ekonomi yang memburuk dan kekurangan mata uang asing.
Ghandour mengatakan dia sendiri telah berhubungan dengan gubernur bank sentral negara itu tetapi gagal mendapatkan dana untuk membayar para diplomat.
“Situasi sekarang telah berubah menjadi berbahaya, itulah mengapa saya membicarakannya secara terbuka,” ungkap Ghandour.
Ghandour mengatakan ada perasaan di antara beberapa pejabat pemerintah bahwa membayar gaji kepada diplomat dan sewa untuk misi diplomatik bukanlah prioritas.
“Beberapa duta besar dan diplomat ingin kembali ke Khartoum sekarang karena kesulitan yang dihadapi oleh mereka dan keluarga mereka,” katanya.
Ketika ditanya oleh wartawan untuk perincian lebih lanjut setelah pidatonya, Ghandour mengatakan gaji para diplomat dan biaya misi diplomatic berjumlah sekitar 30 juta dolar setiap tahun, sementara anggaran tahunan total kementerian itu sekitar 69 juta dolar.
Sudan dihantam oleh kekurangan akut mata uang asing yang melihat pound jatuh terhadap dolar, memaksa bank sentral untuk mendevaluasinya dua kali sejak Januari 2018.
Ekspektasi akan kebangkitan ekonomi diprediksi akan terjadi setelah 12 Oktober 2017, ketika Washington mencabut sanksi selama puluhan tahun terhadap Sudan.
Namun para pejabat mengatakan situasi tidak berubah sama sekali karena bank-bank internasional terus berhati-hati melakukan bisnis dengan bank-bank Sudan.
Perekonomian negara secara keseluruhan telah terpukul sangat keras setelah Sudan terpecah pada tahun 2011 yang telah mengambil sekitar 75 persen dari pendapatan minyak.
Laju inflasi yang melonjak sekitar 56 persen, kelangkaan BBM dan kenaikan harga bahan makanan kerap memicu protes anti-pemerintah di Khartoum dan beberapa kota lainnya. []
SUMBER: ARABNEWS