Berdebat sesungguhnya bukan hal terlarang. Islam tak melarang umatnya untuk berdebat dengan cara yang baik.
Perdebatan yang ditekankan Islam yaitu perdebatan eyang didasarkan pada semangat ilmiah (debat yang didasari ilmu). Sebuah perdebatan yang didasari oleh semangat untuk menemukan kebenaran, bukan memperoleh kemenangan.
Dalam debat ilmiah, nilai yang dipakai adalah benar salah, bukannya menang kalah.
Islam sangat melarang perdebatan kosong atau debat kusir, sebuah perdebatan yang tidak didasari ilmu pengetahuan dan hikmah. Karena perdebatan-perdebatan kosong itu tidak menghasilkan makna apa-apa, bahkan cenderung menimbulkan permusuhan.
Umar bin Khattab memperingatkan, “Tiga hal yang merusak agama: ketergelinciran orang-orang alim, debat kusir kaum munafik terhadap Al-Qur’an, dan pemimpin yang menyesatkan.”
Di antara tradisi yang dilakukan oleh para salafus saleh adalah menjauhi debat yang tidak bermanfaat serta menjauhi perselisihan dalam urusan agama. Perdebatan para salafus saleh rata-rata disemangati ruh ilmiah. Perdebatan Ibnu Rusyd dan Imam Ghazali, misalnya, melalui buku-bukunya yang berjudul Tahafutul Falasifah (karya Al Ghazali) dan Tahafut Tahafut (karya Ibnu Rusyd).
Imam Ghazali ataupun Ibnu Rusyd saling berdebat, tetapi orientasinya adalah menemukan kebenaran ilmiah, bukan debat kusir.
Imam Ahmad berkata, “Berpeganglah kalian pada Al-Qur’an dan hadis, dan sibukkan diri kalian dengan hal-hal bermanfaat. Jauhilah berbantah-bantahan, karena orang yang suka berdebat tak akan beruntung.”
Debat kusir hanya menghabiskan energi dan waktu. Keengganan berdebat bukan karena tak pandai atau takut kepada manusia, melainkan lebih karena wujud rasa takut kepada Allah. Debat kusir adalah sebuah kesia-siaan. Melakukan kesia-siaan apa pun bentuknya sama halnya dengan perbuatan zalim yang sangat dimurkai Allah .[]