MAKANAN adalah salah satu nikmat Allah yang perlu disyukuri oleh setiap insan. Masih perlukah mencela makanan yang tidak enak? Sebuah tanda bahwa pencela makanan tersebut tidak bersyukur atas karunia-Nya yang berupa makanan tersebut. Berapa banyak orang yang merindukan makanan lantaran belum makan selama tiga hari?
Tak salah jika Imam Nawawi dalam Riyadhus Sholihin menyebut sosok yang mencela makanan dengan sebutan orang yang sombong. Menurut beliau, memuji makanan berarti menyenanginya. Sedangkan mencela makanan berarti merendahkan kenikmatan yang diberikan oleh Allah.
BACA JUGA: Iblis: Ingatlah Kepadaku ketika Engkau Ada dalam 3 Hal, Maka Aku tidak akan Mencelakakanmu
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah ketika beliau meminta lauk ketika hendak makan, namun yang tersedia hanyalah cuka. Rasulullah tidak mencelanya begitu saja, melainkan beliau sempat memuji cuka tersebut di depan sang istri. Diceritakan dari sahabat Jabir, beliau berkata,
Bahwasanya Nabi SAW meminta kepada istri beliau lauk. Lalu mereka menjawab, “Kami tidak punya lauk kecuali cuka.” Kemudian beliau memintanya dan memakannya (bersama roti) dan bersabda, “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka” (HR. Muslim )
Sikap nabi di atas seyognyanya patut diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Jika cuka saja masih diberikan pujian oleh Rasulullah SAW, masihkah kita hendak mencela makanan lantaran hanya sekedar terlalu asin, kurang asin, lembek, terlalu keras, tidak matang, dan lain sebagainya?
Selain tidak mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh-Nya, tentu ada hati yang tersakiti ketika makanan tersebut dicela, sebut saja orang yang membuatnya. Jika orang yang membuat masakan tersebut bisa sakit hati lantaran hasil masakannya dicela, lantas apa kabar dengan yang menciptkannya?
Rasulullah tidak pernah mencela makanan sekalipun dalam hidupnya. Jika telah tersedia makanan dan beliau tidak menyukainya, maka beliau tidak mencelanya, melainkan cukup dengan meninggalkannya. Hal tersebut merupakan adab yang baik kepada Allah. Karena jika mencela makanan yang tidak disukai, maka seolah-olah dengan ucapan jeleknya itu menolak rezeki Allah. Kebiasaan Rasulullah yang demikian mulianya berdasarkan keterangan dari Abu Hurairah, beliau berkata,
“Rasulullah tidak pernah mencela makanan sama sekali. Jika beliau berselera beliau memakannya. Jika beliau tidak suka beliau membiarkannya.” (HR Bukhari Muslim)
Contoh yang teramat baik untuk kita semua untuk tidak mencela makanan manapun. Jika tidak menyukainya, cukup tinggalkan saja.
BACA JUGA: Jangan Menghina, Mencela, atau Memanggil Orang Lain dengan Nama Binatang!
Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Inilah adab yang baik kepada Allah Ta’ala. Karena jika seseorang menjelek-jelekkan makanan yang tidak disukai, maka seolah-olah dengan ucapan jeleknya itu, ia telah menolak rizki Allah.” (Syarh Al Bukhari, 18: 93)
Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Makanan dan minuman yang dinikmati ketika disodori pada kita, hendaklah kita tahu bahwa itu adalah nikmat yang Allah beri. Nikmat tersebut bisa datang karena kemudahan dari Allah. Kita mesti mensyukurinya dan tidak boleh menjelek-jelekkannya. Jika memang kita suka, makanlah. Jika tidak, maka tidak perlu makan dan jangan berkata yang bernada menjelek-jelekkan makanan tersebut.” (Syarh Riyadhus Sholihin, 4: 199). []