JAKARTA—Dalam ketentuan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tentang pengurusan Jenazah (Tajhiz al-Janaiz) dalam kondisi darurat pada dasarnya, dalam keadaan normal, mayat wajib dimandikan, dikafani, dishalatkan, dan dikuburkan, menurut tata cara yang telah ditentukan menurut syari’at Islam.
“Saat keadaan darurat di mana pengurusan (penanganan) jenazah tidak mungkin memenuhi ketentuan syari’at seperti di atas, maka pengurusan jenazah dilakukan dengan memandikan dan mengkafani.”
BACA JUGA: Ratusan Jenazah Korban Tsunami Palu akan Dikuburkan secara Massal
Ia menjelaskan, jenazah boleh tidak dimandikan; tetapi, apabila memungkinkan sebaiknya diguyur sebelum penguburan.
“Pakaian yang melekat pada mayat atau kantong mayat dapat menjadi kafan bagi jenazah yang bersangkutan walaupun terkena najis,” ungkapnya.
Sedangkan, cara menshalatkan Zainut menyampaikan mayat boleh dishalati sesudah dikuburkan walaupun dari jarak jauh (shalat ghaib), dan boleh juga tidak dishalati menurut qaul mu’tamad (pendapat yang kuat).
BACA JUGA: BNPB: Jenazah Korban Gempa Sulteng Segera Dimakamkan
“Jenazah korban wajib segera dikuburkan secara massal dalam jumlah yang tidak terbatas, baik dalam satu atau beberapa liang kubur, dan tidak harus dihadapkan ke arah kiblat,” jelasnya.
Dirinya menambahkan, penguburan secara massal tersebut boleh dilakukan tanpa memisahkan jenazah laki-laki dan perempuan; juga antara muslim dan non-muslim. Jenazah boleh langsung dikuburkan di tempat jenazah ditemukan. []
REPORTER: RHIO