BULAN Dzulhijjah selalu identik dengan ibadah haji dan menyembelih kurban. Iduk Adha memang identik dengan memotong hewan qurban, itulah salah satu bentuk ketaatan hamba kepada Rabb-Nya.
Allah SWT berfirman: “Maka dirikanlah sholat untuk Robbmu dan berkurbanlah (untuk Robbmu).” (QS. Al-Kautsar: 2).
Berkurban berasal dari bahasa arab yang berarti ‘mendekatkan diri.’ Kurban sendiri berasal dari kata ‘Qorroba-Yuqorribu-Qurbaanan.’ Tentu mendekatkan diri dimaksudkan untuk hamba kepada sang Khaliq, sebuah cara pendekatan diri, penghambaan, ketaatan dan kesyukuran.
BACA JUGA: Bolehkah Berkurban dengan Berhutang?
Rasulullah SAW bersabda: Dari Anas ra., “Nabi SAW pernah berkurban dengan dua ekor kambing berwarna belang dan bertanduk.” (HR. Muttafaq ‘alaih).
Pada dasarnya, jika dilihat dari penggunaan kata ‘berkurbanlah’ yang termasuk dalam jenis kata perintah maka kedudukannya menjadi sebuah kewajiban seperti halnya shalat dan shaum di bulan Ramadhan. Namun sama halnya dengan ibadah haji, Allah Maha Mengetahui kadar kemampuan setiap hamba-Nya. Berkurbanlah jika mampu.
Lebih jelasnya mengenai hukum kurban ini ada dua pendapat, pendapat pertama mewajibkan, inilah pendapat yang dianut oleh Imam Hanafi. Pendapat yang kedua menyatakan bahwa hukum berkurban adalah sunnah muakkadah, dengan menggunakan dalil hadits Ummu Salamah dalam Shohih Muslim bahwa Nabi SAW berkata:
“Apabila telah masuk sepuluh hari (awal bulan Dzulhijjah) dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah dia menyentuh (dengan menggunting atau mencabut) sesuatupun dari rambut dan kulitnya.”
Namun ada juga atsar dari beberapa sahabat ra-, di antaranya Abu Bakar, Umar dan Abu Mas’ud, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan lainnya dengan sanad shahih, bahwa mereka pernah meninggalkan ibadah Kurban sedangkan mereka dalam keadaan mampu untuk berqurban, dengan tujuan supaya orang-orang tidak meyakini wajibnya berkurban. (Fathul ‘Allam: 5/517)
BACA JUGA: Ketika Barat Terkejut dengan Cara Islam Sembelih Hewan Kurban
Tapi inti dari kedua pendapat ini adalah bahwa berkurban disyariatkan kepada orang yang mampu, berdasarkan hadits Rasulullah SAW. Dari Abi Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:
”Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih kurban, janganlah mendekati tempat shalat kami”. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Al-Hakim menshahihkannya).
Adapun yang tidak mampu tidak disyariatkan berkurban, bahkan merekalah yang berhak menerima daging kurban. Meskipun begitu, tidak ada larangan untuk orang yang tidak mampu menyembelih hewan kurban. Misalnya saja, seseorang yang tidak mampu itu berusaha dengan cara menabung, menyisihkan sedikit penghasilannya untuk berkurban maka ini lebih baik. Wallahu a’lam bish-showwaab. []