Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
USTADZ, saya dan isteri pengantin baru namun saat ini masih tinggal di rumah orang tua. Kadang saya ingin berhubungan, akan tetapi isteri saya malu apabila harus mandi setelah itu. Saya memaklumi hal itu. Akhirnya saya tidak mampu mengendalikan, maka saya minta isteri saya untuk menggunakan tangannya dalam hal ini. Saya tahu bahwa saya wajib mandi. Nah bagaimana dengan istri Ustadz, apakah dia wajib mandi juga? Terima kasih atas jawabannya.
Wassalam
BK
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Saudara BK,
Jika kenyataannya sebagaimana yang Anda sebutkan, maka dia (isteri) tidak wajib mandi.
Terdapat riwayat dari Bukhari (no. 130) dan Muslim (no. 313) dari Ummu Salamah dia berkata, “Ummu Salamah mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam seraya berkata, ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya tidak malu dari kebenaran, apakah seorang wanita harus mandi jika dia mimpi junub?’ Beliau bersabda, “Ya, jika dia melihat (keluar) mani.”
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu alaih wa sallam kewajiban mandi dengan keluarnya mani.
Ibnu Qudamah berkata dalam Al-Mughni, 1/127,
“Keluarnya mani dengan memancar dan diiringi syahwat, menyebabkan wajib mandi, baik laki-laki maupun perempuan, baik saat tidur atau bangun. Ini merupakan pendapat pada ahli fiqih umumnya. Tirmizi menyatakan, saya tidak mengetahui ada perbedaan dalam masalah ini.”
Beliau juga berkata (1/129)
“Beliau mengaitkan kewajiban mandi dengan melihat dan menyaksikan mani, dengan sabdanya, “Jika dia melihat mani.” Jika dia melihat mani, maka ketetapan hukumnya terkait dengan itu, tidak dengan yang lainnya.”
Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar (1/389) dan Fathul Bari, Ibnu Rajab (2/51)
Meskipun kami ingatkan kepada para suami bahwa kondisi tersebut tidak dapat diterima secara syari, yaitu bahwa dia dan isterinya tinggal di rumah kerabat dirinya atau kerabat isterinya, karena membuat mereka tidak dapat saling berhubungan intim secaya layak serta tidak dapat memelihara kerahasiaannya. Maka wajib baginya berusaha untuk tinggal di tempat yang terpisah sehingga mereka dapat berhubungan intim secepatnya.
Ibnu Muflih rahimahullah berkata, “Wajib bagi suami memberikan nafkah terhadap isterinya berupa pakaian dan tempat tinggal yang layak sebagaimana umumnya.” (Al-Furu’, Ibnu Muflih, 10/329) Allahu alam. []
Sumber: https://islamqa.info/id/127185