Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Admin Kajian Online BROWNIS
Candi, Sidoarjo
rutyuyun@gmail.com
RASANYA tak terlalu muluk-muluk jika kita ingin menjadi penunjuk jalan menuju kebaikan. Sebab, kita juga sama-sama tahu jalan menuju ke sana tak mudah. Meski di ujung cahayanya berpendar lemah namun tak akan pernah padam. Cukup membuat kita yakin bakal sampai ke sana.
Rasanya juga tak muluk-muluk jika kita berjalan bersama, beriringan. Meskipun aku yang memimpin perjalanan, namun bekalkupun tak banyak, maka kadang bisa saja aku di belakangmu. Tariklah tanganku jika aku mulai melemah kawan..
Sebaliknya akan kurangkul tubuhmu jika terasa penat atau berat. Kita pasti bisa melewatinya. Namun, mengapa kau memandangku aneh? Seakan ada cahaya lain yang bermain di wajahku..lantas setengah lesu kau bilang,” Biarkan aku ngaji seperti air mengalir”
Terkatup mulutku, buntu otakku..terus terang tak mudah menterjemahkan ngaji yang seperti air mengalir itu yang seperti apa? Jika itu berupa air, bukankah warnanya jernih, menyegarkan dan siapaun bisa mereguknya takkala haus. Begitupun ilmu, tidakkah terasa kehausan itu di rongga kalbumu, hidayah Allah berayun perlahan memanggilmu begitu dekat?
Jika itu mengalir, bukankah seharusnya tak berhenti meskipun ada banyak halangan? Lihat saja ” perjuangan ” air dari tempat berkumpulnya yang banyak, kemudian mengikuti titah Allah mengisi bejana, gorong-gorong, bahkan hingga perut bumi untuk kemudian diangkat ke atas dan turun menjadi hujan?
Hujan pembawa rahmat, namun jika itu melalui proses. Lantas, jika kau berhenti bagaimana bisa kau analogkan dengan mengalir?
Menuntut ilmu memang berat. Namun sanggupkah engkau menahan kepedihan karena bodoh? Setan memang tak berhenti memberimu bisikan tak berfaedah, yang makin menjauhkanmu dari jalanNya yang lurus. Bahkan kini kau ikut kebanyakan orang bahwa ngaji itu sekedar membaca Alquran, belajar tajwid, belajar tafsir, hadis. Dan kau lupa, bahwa semua itu butuh dipraktekkan.
Buat apa pandai jika tak bermakna bagi sesama? Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk manusia. Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kegembiraan yang engkau masukan ke hati seorang mukmin, atau engkau hilangkan salah satu kesusahannya, atau engkau membayarkan hutangnya, atau engkau hilangkan kelaparannya”.
“Dan aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya. Dan siapa yang menahan marahnya maka Allah akan tutupi auratnya. Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia bisa menumpahkannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan di hari kiamat”
“Dan barangsiapa berjalan bersama saudaranya sampai ia memenuhi kebutuhannya, maka Allah akan mengokohkan kedua kakinya di hari ketika banyak kaki-kaki terpeleset ke api neraka” (HR. Ath Thabrani 6/139, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2/575).
Hadist yang panjang ini menjelaskan bahwa orang yang paling dicintai Allah adalah orang paling bermanfaat bagi saudaranya, dengan ilmunya, dengan hartanya, dengan waktu luangnya..bukankah kita punya semuanya? Yakinlah kita bisa. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word