Diriwayatkan oleh Aisyah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaih wa aalih sallam Bersabda, “Bersiwak itu membersihkan mulut dan membuat Tuhan ridha (senang).” (HR Al-Baihaqi dan An-Nasai).
Dalam hadits lain dari Al-Bukhari, Rasulullah mengatakan, “Seandainya tidak memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak mendirikan shalat.”
BERSIWAK sesungguhnya adalah pekerjaan yang sangat ‘simpel’, namun memiliki manfaat yang sangat besar. Dengan siwak tentu mulut menjadi bersih, sehat, gigi terawat, dan banyak lainnya. Lebih dari itu adalah ittiba’, mengikuti sunah Rasulullah sehingga mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Hal ini seperti yang pernah disabdakan oleh Rasulullah, “Siwak merupakan kebersihan bagi mulut dan keridha-an bagi Rabb”. (HR: Ahmad, irwaul golil no 66 [shohih]). (Syarhul mumti’ 1/120 dan taisir ‘alam 1/62)
Dicontohkan oleh Rasulullah, beliau bersiwak dalam berbagai keadaan, tidak hanya ketika mulut terasa kotor saja. Menurut hadits, Rasulullah melakukan siwak ketika dalam keadaan berikut:
1. Saat hendak sholat, seperti yang dikemukakan pada hadts diatas adalah beliau selalu bersiwak dan menginginkan umatnya mencontohnya namun tidak mewajibkan hal tersebut karena dinilai bisa memberatkan umatnya. Selain itu karena Allah juga hanya mensyaratkan wudhu sebagai syarat sah sholat.
2. Saat Rasulullah masuk ke rumah dari bepergian, beliau langsung bersiwak. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Syuraih bin Hani yang artinya, ”Aku bertanya kepada ‘Aisyah: “Apa yang dilakukan pertama kali oleh Rasulullah jika dia memasuki rumahnya?” Beliau menjawab :”Bersiwak”.(HR: Muslim, irwaul golil no 72)
3. Ketika bangun pada malam hari, hal pertama yang Rasulullah lakukan adalah mencuci dan menggosok mulut dengan siwak. Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Hudzaifah ibnul Yaman, yang artinya: “Adalah Rosululloh jika bangun dari malam dia mencuci dan menggosok mulutnya dengan siwak”. (HR: Bukhori)
Namun apakah bersiwak (membersihkan gigi dan mulut) harus mesti dengan kayu siwak saja?
Sebagian ulama berpendapat bahwa bersiwak harus dengan menggunakan kayu siwak (ranting pohon arok). Namun mayoritas ulama berpendapat boleh menggunakan selain kayu siwak (ranting pohon arok).
Anjuran Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam untuk bersiwak adalah berkaitan dengan perbuatan membersihkan gigi, bukan anjuran untuk menggunakan alat tertentu. Sehingga diperbolehkan bagi seseorang untuk bersiwak dengan benda apapun yang dapat membersihkan gigi, seperti kayu siwak, sikat gigi, kain, jari tangan, atau yang selainnya. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Al-Imam Asy-Syaukani, Ash-Shan’ani, Al-Fauzan, Al-‘Utsaimin, dan para ulama lainnya. (Silakan merujuk kitab Asy-Syarhul Mumthi’ 1/95, Nailul Authar 1/122, Subulus Salam 1/64, Fathu Dzil Jalali wal Ikram 1/171)
Namun tentu yang lebih utama adalah bersiwak dengan menggunakan kayu siwak (ranting pohon arok). Karena inilah yang biasa dipraktekkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam kitabnya, Tas-hilul Ilmam (1/108), berkata: “Alat yang paling baik untuk membersihkan gigi adalah kayu siwak (ranting pohon arok), karena lebih lembut, dan lebih berfungsi untuk membersihkan mulut, serta memiliki aroma yang segar. ” (Hal senada dinyatakan pula oleh Al-Imam Ash-Shan’ani (Subulus Salam 1/64), Asy-Syaukani (Nailul Authar 1/122), dan juga Al-‘Utsaimin, (Fathu Dzil Jalali wal Ikram 1/171) . []