TAK gampang memang, karena lazimnya bersyukur itu saat bahagia, saat hidup dalam kelapangan atau beroleh keberuntungan.
Lha ini?
Ditekan penguasa zalim, dimata-matai untuk ditangkap dan diancam akan dibunuh. Menyentak, resah dan terdesak tak berdaya.
Nabi Musa bersama pengikutnya melarikan diri dari kejaran raja yang tengah murka, tengah bulat ingin membunuhnya.
Kemarahannya menyala-nyala, siap melumatkan siapa saja yang menentangnya. Ia punya kuasa, harta, tentara dan kekuatan untuk memuntahkan kegeramannya.
BACA JUGA:Â Keadilan Allah yang Mengejutkan Nabi Musa
Ya, Fir’aun tengah marah besar. Mengerahkan pasukan dengan segenap kekuatannya. Segala upaya dilakukan demi menangkap Musa untuk mencincangnya dan menghanguskan nyawanya.
Bukan hanya panglima terbaik saja yang disuruhnya menangkap Musa, bahkan ia sendiri turut serta dalam pengejaran kali ini.
Sekuat tenaga Musa dan rombongannya menghindar, menyelamatkan diri dan akidah agar tak goyah. Berlari dan sembunyi dari tirani yang ganas lagi keji.
Namun apa yang terjadi?
Sudah lari begitu jauh, lelah, payah, peluh, napas tersenggal menyesaki dada, dan tubuh kuyup bermandi keringat. Eh ternyata menemui jalan buntu. Tak bisa melanjutkan pelarian guna menyelamatkan diri. Mentok tak bisa bergerak lagi.
Diselimuti rasa takut yang mencekam, juga fisik dan psikis tertekan begitu dalam. Kini Musa dan rombongannya terdesak di jalan buntu, mentok di pinggir laut.
Sementara iring-iringan tentara Fir’aun dengan kekejamannya makin mendekat dan siap menghabisi nyawanya.
Disinilah kerja hati diuji dalam memantapkan iman dan mengokohkan keyakinan pada Allah SWT.
Apa yang dilakukan Nabi Musa saat itu?
Sungguh luar biasa!
Merenungi peristiwa ini berarti mentakjubi ketegaran seorang nabi, hamba yang membaja keyakinannya.
Sungguh luar biasa ungkapan Musa, ungkapan jiwa yang tak terpikirkan sebelumnya, sederhana tapi mengandung dimensi luar bisa. Ungkapan jiwa yang lahir dari hati sanubari, terpatri dinurani, dan terukir dilubuk suci.
Dalam keadaan genting ini Musa menengadahkan tangan, memantapkan jiwa kepada Penguasa Semesta Raya.
Inilah ucapannya, “Allahumma lakahamdu. Ya Allah, segala puji bagi-Mu.”
Dahsyat!
Doa yang dahsyat!
Dalam keadaan terdesak, tak ada jalan untuk menghindar dari ancaman, tapi yang pertama kali diucapkannya bukan pinta agar diselamatkan. Yang pertama diminta bukan agar dilindungi, mohon agar musuh dihancurkan. Yang ada justru kalimat pujian kepada Rabbnya. Segala puji bagi Allah. Itu yang dikatakan Musa.
Manusia macam apakah ia sehingga dalam keadaan terjepit masih lapang hatinya? Apa yang ada di benaknya sehingga demiiian tegar? Mengapa bukan minta perlindungan saat nyawanya di ujung tanduk?
Masyaallah!
Di saat kesulitan bertumpuk, bertubi-tubi seolah tiada henti, Musa malah bersyukur pada Allah atas segala yang terjadi.
Padahal urusannya bukan lagi kebutuhan hidup, bukan keinginan hati untuk memenuhi nafsu diri, bukan urusan sepele. Tapi ini menyangkut nyawa. Menyangkut hidup dan mati.
Akankah kita mampu melakukan semua ini? Bersyukur saat susah?
Ah, kita tidak tahu. Yang sering kita temukan justru keterpurukan, mengeluh, mengadu dan menggerutu saat ada masalah. Padahal masalahnya kecil, masalah biasa. Masalah sepele seperti tak punya uang, urusan bisnis, salah paham dengan sesama, atau urusan putus cinta. Tapi kita sering tak berdaya dengan itu semua. Astaghfirullahal’adzim.
BACA JUGA:Â Sarat Makna dan Penuh Hikmah, Inilah Kisah Nabi Musa
Luar bisa doa Musa!
Tak ada ucapan, “Ya Allah, selamatkan kami.” Atau, “Lindungi kami dari kejaran Fir’aun dan tentaranya.”
Tak ada ucapan seperti ini. Yang ada adalah ungkapan jiwa dengan rasa syukur pada-Nya. Lalu berserah diri dengan doa berikutnya.
“Wa Ilaikal musytakaa Wa antal musta’an. Walaa haula walaa quwwata Illabillahil ‘aliyal adziim.”
“Hanya kepada-Mu kami berkeluh kesah. Engkau tempat meminta pertolongan. Tiada daya dan kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah yang Maha Tinggi dan Maha Agung.”
Engkau tahu kesudahannya?
Menakjubkan!
Allah Maha Bijaksana, Maha Mendengar dan Maha Pemurah. Allah memberi meski tak diminta. Ungkapan syukur Musa adalah penghubung hamba dengan Rabbnya. Mengundang tambahan nikmat. Mengundang pertolongan Allah SWT sehingga Musa mendapat wahyu untuk memukulkan tongkatnya ke Laut Merah.
Begitu dipukulkan, terbentang jalan untuk berlari dan menyelamatkan diri. Musa bersama rombongannya lari melalui jalan itu. Fir’aun dan bala tentaranya mengerjar dan ditenggelamkan Allah di tengah laut. Betapa dahsyat doa Nabi Musa.
Apa rahasianya?
Wallahu’alam.
Saya tidak tahu persis, hanya saja kita bisa merenung melalui wahyu ini:
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim [7]: 14)
Bersyukur disaat susah. Mengingat nikmat yang pernah diberikan. Betapapun saat ini sedang menghadapi kesulitan, ujian, tekanan dan masalah, tapi Allah masih memberi karunia kehidupan, Allah masih memberi nikmat iman dan Islam.
Syukuri apa yang ada agar Allah menambah nikmat yang melimpah. Yang pada kasus Nabi Musa, Allah memberikan nikmat berupa pertolongan dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya. Luar bisa. []