Oleh: Siti Aisyah
Pemerharti Pendidikan
emakpeduligenerasi@gmail.com
PADA masa kejayaannya, Islam telah menentukan penyediaan pendidikan bermutu untuk semua rakyat sebagai kebutuhan dasar masyarakat yang wajib disediakan oleh negara secara gratis. Dasarnya karena Rasul SAW menetapkan tebusan tawanan perang dari orang kafir adalah mengajari sepuluh orang dari anak-anak kaum Muslim.
Tebusan tawanan merupakan ghanimah yang menjadi hak seluruh kaum Muslim. Diperuntukkannya ghanimah untuk menyediakan pendidikan bagi rakyat secara gratis itu menunjukkan penyediaan pendidikan oleh negara untuk rakyat adalah wajib. Ijma sahabat atas pemberian gaji kepada para pengajar/guru dari harta baitul mal lebih menegaskan hal itu.
Sumber dana untuk semua itu adalah dari pemasukan harta milik negara dan hasil pengelolaan harta milik umum, seperti tambang mineral, migas, hutan, laut dan sebagainya. Rasulullah SAW bersabda, “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: padang, air dan api (energi).” (HR Abu Dawud dan Ibn Majah)
BACA JUGA: Kades Ini Gratiskan Pendidikan bagi Para Penghafal Quran di Desanya
Dengan itu, maka pendidikan bermutu dengan gratis atau biaya sangat rendah bisa disediakan dan dapat diakses oleh seluruh rakyat. Hal itu memang menjadi hak mereka semua tanpa kecuali dan menjadi kewajiban negara.
Di masa kejayaan Islam, pelaksanaan pendidikan formal dapat dideskripsikan sebagai berikut:
Pertama, kurikulum pendidikan didasarkan pada Akidah Islam. Mata pelajaran dan metodologi pendidikan untuk menyampaikan pelajaran seluruhnya disusun sejalan dengan asas Akidah Islam. Tujuan penyelenggaraan pendidikannya merupakan penjabaran dari tujuan pendidikan Islam yang disesuaikan dengan tingkatan pendidikannya.
Begitu pula, waktu belajar untuk ilmu-ilmu Islam diberikan setiap minggu dengan proporsi yang disesuaikan dengan waktu pelajaran ilmu-ilmu kehidupan (iptek dan keterampilan). Pelajaran ilmu-ilmu kehidupan/terapan dan sejenisnya (iptek dan keterampilan) dibedakan dari pelajaran guna membentuk syakhsiyyah dan tsaqofah Islamiyyah.
Khusus untuk materi guna membentuk syakhsiyyah Islamiyah mulai diberikan di tingkat dasar sebagai materi pengenalan dan kemudian meningkat pada materi pembentukan dan peningkatan setelah usia anak didik menginjak baligh (dewasa).
Sementara materi tsaqofah Islamiyyah dan pelajaran ilmu-ilmu terapan dan sejenisnya diajarkan secara bertingkat dari mulai tingkat dasar.
Bahasa Arab menjadi bahasa pengantar di seluruh jenjang pendidikan, baik negeri maupun swasta. Materi pelajaran yang bermuatan pemikiran, ide dan hukum yang bertentangan dengan Islam, seperti ideologi sosialis/komunis atau liberal/kapitalis, akidah ahli kitab dan lainnya, termasuk sejarah asing, bahasa maupun sastra asing dan lainya, hanya diberikan pada tingkat pendidikan tinggi yang tujuannya hanya untuk pengetahuan, bukan untuk diyakini dan diamalkan.
Libur sekolah hanya diberikan pada hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha (termasuk hari tasyri’). Masa pendidikan berlangsung sepanjang tahun dan tujuh hari dalam seminggunya. Hal ini menjadikan umat Islam biasa beretos kerja tinggi.
Kedua, output pendidikan dalam negara Islam. Pada masa-masa kejayaan dan puncak keemasannya, Daulah Islam mampu melahirkan banyak ilmuwan Muslim berkaliber internasional yang telah menorehkan karya-karya luar biasa dan bermanfaat bagi umat manusia.
Fakta sejarah mencatat pada masa Abbasiyah terjadi pencapaian yang cemerlang di dunia Islam dalam bidang sains dan teknologi. Baghdad mengalami kemajuan ilmu pengetahuan yang pesat. Secara politis, para khalifah betul-betul merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus.
Di sisi lain, kemakmuran masyarakat mencapai tingkat tertinggi. Seperti pada masa Khalifah Harun Al-Rasyid. Ia banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yaitu pembangunan Baitul Hikmah, sebagai pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Perpustakaan pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas.
Di samping terdapat kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi. Terjadinya perkembangan lembaga pendidikan pada masa Harun Al Rasyid mencerminkan terjadinya perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan. Hal ini sangat ditentukan oleh perkembangan bahasa Arab, baik sebagai bahasa administrasi yang sudah berlaku sejak zaman Bani Umayyah, maupun sebagai bahasa ilmu pengetahuan.
Pada masa pemerintahan Abbasiyah juga lahir para imam mazhab hukum yang empat: Imam Abu Hanifah (700-767 M); Imam Malik (713-795 M); Imam Syafi’i (767-820 M) dan Imam Ahmad bin Hanbal (780-855 M).
Pada masa-masa permulaan perkembangan kekuasaan, Islam telah memberikan kontribusi kepada dunia berupa tiga jenis alat penting yaitu kertas, kompas dan mesiu.
Penemuan alat cetak di Tiongkok pada penghujung abad ke-8 M dan penemuan alat cetak serupa di Barat pada pertengahan abad 15 oleh Johann Gutenberg, menurut buku Historians’ History of the World, akan tidak ada arti dan gunanya jika bangsa Arab tidak menemukan lebih dahulu cara-cara bagi pembuatan kertas.
Pencapaian prestasi yang gemilang pada masa Abbasiyah sangat jelas terlihat pada lahirnya para ilmuwan Muslim yang mashur dan berkaliber internasional seperti: Al-Biruni (fisika, kedokteran); Jabir bin Hayyan (Geber) pada ilmu kimia; Al-Khawarizmi (Algorism) pada ilmu matematika; Al-Kindi (filsafat); Al-Farazi, Al-Fargani, Al-Bitruji (astronomi); Abu Ali Al-Hasan bin Haythami pada bidang teknik dan optik; Ibnu Sina (Avicenna) yang dikenal dengan Bapak Ilmu Kedokteran Modern; Ibnu Rusyd (Averroes) pada bidang filsafat; Ibnu Khaldun (sejarah, sosiologi). Mereka telah meletakkan dasar pada berbagai bidang ilmu pengetahuan.
Sejarah telah membuktikan bahwa kontribusi Islam pada kemajuan ilmu pengetahuan di dunia modern menjadi fakta sejarah yang tak terbantahkan.
Bermula dari dunia Islamlah ilmu pengetahuan mengalami penyebaran, penularan dan pengembangan ke dunia Barat yang sebelumnya diliputi oleh masa ‘the Dark Ages’ mendorong munculnya zaman renaissance di Eropa.
Melalui dunia Islam-lah mereka mendapat akses untuk mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan modern.
Menurut George Barton, ketika dunia Barat sudah cukup masak untuk merasakan perlunya ilmu pengetahuan yang lebih dalam, perhatiannya pertama-tama tidak ditujukan kepada sumber-sumber Yunani, melainkan kepada sumber-sumber Arab.
Melalui Spanyol, Sicilia dan Prancis Selatan yang berada langsung di bawah pemerintahan Islam, peradaban Islam memasuki Eropa. Bahasa Arab menjadi bahasa internasional yang digunakan berbagai suku bangsa di berbagai negeri di dunia.
Baghdad di Timur dan Cordova di Barat, dua kota raksasa Islam menerangi dunia dengan cahaya gilang-gemilang. Sekitar 830 M, Alfonsi-Raja Asturia telah mendatangkan dua sarjana Islam untuk mendidik ahli warisnya.
Tidaklah mengherankan, pada saat kekhilafahan Islam berkuasa saat itu, Spanyol menjadi pusat pembelajaran bagi masyarakat Eropa dengan adanya Universitas Cordova. Di sanalah mereka menimba ilmu.
Dari negeri tersebut muncul ulama besar seperti Imam Asy-Syathibi pengarang kitab Al-Muwafaqat, kitab tentang Ushul Fiqh yang sangat berpengaruh; Ibnu Hazm Al-Andalusi pengarang kitab Al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal, kitab tentang perbandingan sekte dan agama-agama dunia.
Bukti tersebut telah mengilhami penulis-penulis Barat untuk melakukan hal yang sama.
BACA JUGA: Krisis Pendidikan Era 4.0
Semaraknya pengembangan ilmu dan pengetahuan di dunia Islam diindikasikan dengan banyaknya perpustakaan tersebar di kota-kota dan negeri-negeri Islam yang jumlahnya sangat fantastis. Sejarah mencatat, perpustakaan di Cordova pada abad 10 Masehi mempunyai 600.000 jilid buku.
Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo mempunyai 2.000.000 jilid buku. Perpustakaan Al Hakim di Andalusia mempunyai berbagai buku dalam 40 kamar yang setiap kamarnya berisi 18.000 jilid buku. Perpustakaan Abudal Daulah di Shiros (Iran Selatan) buku-bukunya memenuhi 360 kamar. Sementara ratusan tahun sesudahnya (abad 15 M), menurut catatan Catholik Encyclopedia, perpustakaan Gereja Canterbury yang merupakan perpustakaan dunia Barat yang paling kaya saat jumlah bukunya tidak melebihi 1.800 jilid buku.
Dari pusat-pusat peradaban Islam yang meliputi Baghdad, Damaskus, Cordova, Sevilla, Granada dan Istanbul, telah memancarkan sinar gemerlap yang menerangi seluruh penjuru dunia terlebih Cordova, Sevilla, Granada yang merupakan bagian dari kekuasaan Islam di Spanyol telah banyak memberikan kontribusi besar terhadap tumbuh dan berkembangnya peradaban modern di dunia Barat.
Kontribusi Islam dalam sains dan teknologi sangat tinggi. Kemajuan yang dicapai Barat pada mulanya bersumber dari peradaban Islam. Barat sekarang sejatinya berterima kasih kepada umat Islam.
Tapi kenyataannya, Barat sengaja menutup-nutupi peran besar atas jasa para pejuang dan ilmuwan Muslim tersebut yang pada akhirnya terabaikan bahkan sampai terlupakan.
Oleh karena itu, umat Islam perlu kembali menggelorakan semangat keilmuan para ilmuwan Muslim atas sumbangsihnya yang amat besar bagi peradaban umat manusia di dunia dalam menyongsong kembali kejayaan Islam dan umatnya. []