Oleh: Erna Ummu Azizah
Komunitas Peduli Generasi dan Umat
IMAN. Mungkin bagi sebagian orang terasa ‘pahit’. Kenapa? Karena iman mengharuskan seseorang lolos dalam ujian kehidupan, harus mengekang hawa nafsu, syahwat, serta istiqomah dalam kesabaran.
Ya, terasa pahit dan berat memang. Namun tidak bagi mereka yang begitu mencintai Allah dan RasulNya. Dalam relung hati mereka ada sejuta prasangka baik di setiap ‘skenario’ yang telah Allah gariskan. Suka duka, susah senang akan dilalui dengan lapang.
BACA JUGA: Jadi Ibu dan Istri seperti Ummu Sulaiman
Seseorang akan merasakan manisnya iman ketika di dalam hatinya terdapat rasa cinta yang mendalam kepada Allah dan RasulNya. Dan dari rasa cinta itu maka akan lahirlah sikap ridho terhadap Allah sebagai Robb-nya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasulnya.
عَنْ الْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ((ذَاقَ طَعْمَ الإِيْمَانِ مَنْ رَضِيَ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلاَمِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولاً)) (رواه مسلم).
Dari Al-Abbas bin Abdil Muttalib, bahwasanya ia mendengar Rasulullah SAW. bersabda, “Telah merasakan lezatnya iman seseorang yang ridho Allah sebagai Robb-nya, Islam sebagai dien-nya dan Muhammad sebagai Rasul-nya.” (HR. Muslim)
Lalu, apa yang dirasakan oleh seseorang bila ia telah ridho terhadap Allah, agama dan Rasulnya?
Pertama, ia akan merasakan “Istildzadz at-thaa’ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah SWT, baik dalam sholatnya, tilawah Qur’annya, shaumnya, pakaian dan pergaulan Islaminya, perkumpulannya dengan orang-orang sholeh dan keterlibatannya dalam barisan dakwah.
Kedua, ia juga akan merasakan “Istildzadz al-masyaqqah”, lezatnya menghadapi berbagai kesulitan dan kesusahan dalam berdakwah. Kelelahan, keletihan, dan hal-hal yang menyakiti perasaannya akibat celaan orang karena menjalankan syariat Islam, atau bahkan mencederai fisiknya, semua itu semakin membuatnya nikmat dalam berdakwah. Semua inilah yang akan senantiasa melahirkan manisnya iman.
“Istildzadz at-thaa’ah”, lezatnya ketaatan kepada Allah. Seperti halnya yang ditunjukan oleh Abu Ayyub Al-Anshary, ketika mendengar seruan jihad dalam surat At-Taubah : 41
انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.”
Abu Ayyub berseru kepada anak-anaknya, “Jahhizuuny! Jahhizuuny!” siapkan peralatan perangku!. Anak-anaknya membujuk agar bapaknya tidak perlu berangkat untuk berjihad, karena usianya sudah udzur, cukup di wakilkan saja oleh anak-anaknya. Abu Ayyub menolak bujukan anak-anaknya seraya berkata :
“ketahuilah wahai anak-anakku, yang dimaksud ayat tersebut adalah خِفَافًالَكُمْ وَثِقَالاً لٍي , ringan bagi kalian berat bagiku, beliaupun tetap berangkat dan menemukan syahidnya dalam perjalanan jihad tersebut.
(lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Sedangkan lezatnya kesulitan (Istildzadz al-masyaqqah) dalam dakwah dirasakan oleh Rasulullah SAW, ketika beliau menghadapi ketidaksukaan orang-orang kafir terhadap ajaran Islam, sebagaimana yang ditunjukan oleh masyarakat Thaif ketika Rasulullah SAW hijrah ke sana, yaitu pada saat Nabi menyampaikan dakwahnya. Bukan hanya caci maki bahkan fisiknya pun dilukai. Astaghfirullah..
Namun dengan penuh kesabaran dan ketabahan, Rasulullah SAW menerima kenyataan pahit tersebut, beliau tetap berlapang dada. Bahkan, ketika malaikat penjaga gunung Alaihissalaam menawarkan kepada Nabi, bila beliau setuju ia akan mengangkat dua buah bukit yang ada di Thaif lalu ditimpakan kepada mereka. Maka dengan penuh kelembutan dan kasih sayang Rasulullah SAW menanggapinya seraya berkata,
بَلْ أَرْجُو أَنْ يُخْرِجَ اللَّهُ مِنْ أَصْلَابِهِمْ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ وَحْدَهُ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Tetapi aku berharap semoga Allah mengeluarkan dari tulang rusuk mereka kelak orang-orang (generasi) yang beribadah kepada Allah dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu apapun.”
MasyaAllah. Itulah kekuatan iman yang telah menghujam, dan hati yang senantiasa berprasangka baik kepada Allah. Walau sedih dan perih, ia tetap tangguh berdiri. Meski ada luka dan air mata, ia tetap tersenyum bahagia. Karena ia yakin, Allah sedang menatap penuh cinta.
Manisnya iman akan terasa ketika engkau bisa menahan nafsumu karena Allah.
Sami’na wa atho’na.
Saat tanganmu bergetar menahan luka, dan kau tetap tersenyum dan lapang.
BACA JUGA: Rezeki Barakah Akan Datangkan Kebaikan bagi Pemiliknya
Ridho dengan takdirNya.
Saat perjuangan dan pengorbanan telah engkau curahkan habis-habisan. Namun tiba-tiba terhempas, dan kau ikhlas.
Sungguh, Allah tak tidur. Yakinlah, tiap tetes keringat dan air mata di jalanNya, akan Allah balas dengan segala cinta dan kasih sayangNya.
Maka jelaslah arti dari manisnya iman adalah merasakan lezatnya ketaatan dan memiliki daya tahan menghadapi rintangan dalam menggapai ridho Allah SWT.
Semoga kita semua bisa merasakan betapa lezat manisnya iman. InsyaAllah. Aamiin Ya Robbal ‘aalamiin. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: redaksi@islampos.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari RENUNGAN di luar tanggung jawab redaksi Islampos.