INI bantahan kepada mereka yang berdalih bahwa dunia dan akhirat harus seimbang. Tetapi pada kenyataannya hanya sibuk dengan keperluan perut, keperluan barang dan keperluan duniawi yang lainnya sehingga enggan bersedekah dan menyisihkan sedikit hartanya di jalan Allah. Dan menggunakan kata-kata di awal tadi sebagai senjata untuk menolak mempersiapkan akhiratnya sebaik-baiknya.
Maha Benar Allah atas segala firman-Nya. Dalam Qur’an Allah telah berfirman yang artinya: “Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya, Dan Sesungguhnya manusia itu menyaksikan (sendiri) keingkarannya, Dan Sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (Qs. Al-Aadiyat: 6-8)
Kebanyakan dari manusia lupa bahwa yang memberi rezeki adalah Allah. Mereka lalai dan sombong karena menganggap bahwa harta yang mereka miliki adalah hasil kerja keras mereka seutuhnya sehingga sesuka hati mereka ingin dipakai untuk apa. Dan mereka yang sedemikian pun sungguh bukanlah manusia yang pandai bersyukur.
Adapun syukur atas rezeki sebenarnya sangat tidak cukup jika hanya diucapkan dibibir. Hanya dengan mengucapkan “Alhamdulillah” tanpa dilanjutkan dengan perbuatan yang nyata. Bukankah syukur itu lebih nyata jika kita melanjutkannya dengan menyisihkan sebagian kecil darinya untuk disedekahkan? Lantas jika kita mendapatkan rezeki kemudian enggan menyisihkan sebagian darinya dan beranggapan ucapan Alhamdulillah sebagai tanda syukur telah cukup untuk menyeimbangkan kebutuhan dunia dan akhirat kita?
Ya memang benar Allah tidak membutuhkan rezeki kita dibagi dengan Nya sebab Allah itu maha Kaya. Tetapi bukankah ada saudara-saudara kita yang membutuhkannya? Dan jika kita menyisihkannya dengan bersedekah bukankah kita telah menambah harta kita untuk kebutuhan akhirat? Apakah kita melupakan akhirat sehingga kikir terhadap keperluan kita menggapai akhirat? Bukankah harta yang disedekahkan akan menjadi pahala buat kita? Sungguh sangat pelit diri kita atas kebutuhan kita terhadap bekal akhirat.
Seberapa pelitnya kita selama ini untuk akhirat kita? Mari sedikit berilustrasi mengenai pengeluaran kita mengenai harta kita untuk akhirat dan dunia. adapun ilustrasi ini hanyalah ilustrasi kasar apa adanya. Tetapi bisa dijadikan sedikit bahan renungan . . .
UNTUK AKHIRAT:
Kapan kita menyisihkan sebagian harta kita kepada kebutuhan kita untuk akhirat? Saat pembayaran zakat fitrah? Berapa?
Sekitar 2,5 kg beras? 2,5 x harga beras kualitas medium +- 8.000 rupiah. 2,5×8.000 = 20.000
Dari zakat 20.000 rupiah pertahun
Masukin kotak infak saat jum’atan? Berapa? rp 500? atau rp 1000? Atau Rp 2000 mungkin?
2000×4 = 8000
8000×12 = 96.000
Dari infak jum’at = 96.000
Infak shalat ied misalkan = 5000
x2 shalat Ied setahun = 10.000
Jadi totalnya 20.000
96.000
10.000
————————+
126.000
Berapa usia kita saat ini?
Jika usia 21 tahun,… berati 21x 126.000 = 2.646.000
Berarti kita menyisihkan harta kita untuk dibelanjakan kebutuhan akhirat adalah Rp. 2.646.000 rupiah sejak lahir hingga usia 21 tahun (kurang lebih). Bahkan lebih murah daripada harga HP Samsung I8190 Galaxy S III mini bekas. yang saya baca di tabloid masih 3 jutaan.
Bayangkan,…. kita hendak menukar HP Samsung I8190 Galaxy S III mini bekas dengan syurga firdaus dan mengharapkan uang kembalian pula.
UNTUK DUNIA
Makan sehari 5000 (misalkan)
Pulsa Hp seminggu 5000 (misalkan)
Pulsa modem sebulan 50.000 (misalkan)
beli baju setahun sekali 25.000 (misalkan)
lain-lain seminggu 10.000 (Umpamanya)
5000×30 = 150.000(sebulan) x 12 = 1.800.000 (setahun)
5000×4 = 20000(sebulan) x 12 = 240.000 setahun
50.000×12 = 600.000 setahun
10000×4 = 40.000 (sebulan) x12 = 480.000 (setahun)
25.000
————————————————————————+
Total biaya hidup setahun = 3.145.000 Setahun
Nambah dikit dah dapet HP Samsung I8190 Galaxy S III mini yang baru.
PERBANDINGAN:
AKHIRAT 21 TAHUN SETARA HP: Samsung I8190 Galaxy S III mini bekas (ada kembalian)
DUNIAWI 1 TAHUN SETARA HP: Samsung I8190 Galaxy S III mini Baru (nombok dikit)
Mari kita renungkan sejenak dan menilai-nilai dan menimbang-nimbang kembali sudah kemana saja rezeki yang Allah berikan kepada kita tersalurkan? Apakah lebih banyak manfaatnya untuk kita atau lebih banyak sia-sianya bahkan menjadi dosa bagi kita (jika digunakan untuk maksiat).
Bukankah rezeki yang Allah berikan kepada kita itu layaknya modal? Dan tujuan dari perniagaannya adalah akhirat? Jika modal kita habiskan untuk hal yang sia-sia maka bagaimana kita bisa berniaga untuk mendapatkan akhirat?.
Wahai saudaraku seiman se-Islam, marilah kita berinvestasi di jalan Allah. sebagian dari rezeki yang Allah berikan kepada kita mari kita fungsikan benar-benar sebagai modal menuju akhirat. Memang benar kita membutuhkan rezeki untuk memenuhi kehidupan kita di dunia. Itu tidak salah. yang salah jika kita menjadidan rezeki itu semata-mata untuk memenuhi kehidupan duniawi kita sehingga kita menyepelekan dan menomorduakan fungsi sebenarnya yaitu menjadi modal menuju akhirat kelak. Bukankan semua yang ada di muka bumi ini adalah cobaan?
Ilustrasi ini semoga bisa membantahkan sanggahan mereka yang enggan bersedekah dan berinfak dengan berdalih masih kekurangan ini dan itu. Padahal sesungguhnya mereka masih memiliki harta yang mencukupi untuk kebutuhan hidupnya dan tidaklah mereka dalam keadaan kekurangan. Adapun sebagian diantara mereka enggan bersedekah sedangkan mereka selalu berlebih-lebihan dalam harta. Sesungguhnya mereka seharusnya malu kepada Allah dan kepada diri mereka sendiri.
Dan yang terakhir pesan saya: “Jika ibadahmu ternomorduakan urusan dunia, dan amalmu tidak sebanding dengan kecintaanmu terhadap dunia, bagaimana kau bisa menyeimbangkan keduanya sedangkan selisih beratnya begitu jauh?” []
Artikel ini viral di media sosial dan blog. Kami kesulitan menyertakan sumber pertama.