UNGKAPAN mesra, kata-kata romantis, sanjungan, dan pujian kekaguman pada pasangan, menjadi bagian penting dalam kemesraan rumah tangga.
Ini bentuk apresiasi untuk merekatkan hati, menguatkan kebersamaan, dan memupuk kemesraan.
Ungkapan cinta pada pasangan adalah sarana untuk menguatkan ikatan perasaan. Sehingga dengannya, suami istri merasa istimewa di hadapan pasangannya.
Melalui lisannya yang agung, mulia, dan tak pernah berdusta, Rasulullah Saw mengatakan bahwa ada tiga kunci kebahagiaan seorang lelaki. Salah satunya adalah istri yang bila dipandang akan membuat kita semakin menyayanginya.
Kecantikan fisik merupakan salah satu daya tarik, tapi kecantikan bukanlah fisik semata.
Bukan hanya paras cantik yang membuat mata terpana, bukan pula wajah innocent yang menggiurkan perasaan. Bukan sekadar itu. Tapi ada yang lebih mulia dan berharga dari sekadar kecantikan wajah semata, yaitu sesuatu yang memancar dari wajah itu.
Wajah yang cantik bisa jadi satu hal yang menarik hati, tapi tanpa disertai pesona yang muncul dari dalam jiwa niscaya hambar rasanya.
Boleh jadi masa awal pernikahan, rumah tangga terasa bahagia karena memiliki pasangan yang cantik jelita. Tapi seiring berjalannya waktu, kecantikan pasangan menjadi begitu hampa dan membosankan.
Apa sebabnya?
Wallahu a’lam.
Saya tidak tahu persis jawabanya, hanya saja kita bisa berpikir dan mencerna, bahwa kecantikan fisik harus disertai kecantikan hati. Ada penerimaan dan syukur atas karunia Allah yang diberikan melalui pernikahan.
Wajah yang ramah; sambutan yang hangat; senyum yang tulus; dan bahasa yang sopan; niscaya menjadikan kecantikan tampak begitu nyata.
Kecantikan bukan semata sempurnanya bentuk wajah, tapi sesuatu yang memancar dari wajah tersebut yang membuatnya semakin memesona, indah, dan tenang tatkala suami memandangnya.
Sekali lagi, fisik bukanlah segala-galanya.
Bila fisik adalah ukuran utama ketenangan hidup berumah tangga, tentu orang yang berwajah pas-pasan tidak akan bahagia dalam pernikahannya.
Tapi tidak demikian kenyataannya.
Ada pasangan yang istrinya cantik jelita dan suaminya biasa-biasa saja, tapi mereka bahagia. Sebaliknya, ada yang suaminya tampan menawan dan istrinya tidak begitu cantik, tapi rumah tangga mereka bahagia, tenang, tenteram, dan harmonis.
Apa rahasianya?
Mari kita simak penuturan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam bukunya yang berjudul Taman Orang-Orang Jatuh Cinta dan Rekreasi Orang-Orang
Dimabuk Rindu. Beliau mengatakan, “Allah menjadikan kesenangan dari keberadaan seorang istri. Andaikan penyebab tumbuhnya cinta adalah rupa yang elok, tentu yang tidak memiliki keelokan tidak akan dianggap baik sama sekali.”
“Kadangkala,” kata Ibnu Qayyim melanjutkan, “kita mendapatkan orang yang lebih memilih pasangan yang lebih buruk rupanya, padahal ia juga mengakui keelokan yang lain. Meski begitu, tidak ada kendala apa-apa dalam hatinya karena kecocokan akhlak adalah sesuatu yang paling disukai manusia. Dengan begitu, kita tahu bahwa inilah yang paling penting dari segala-galanya. Memang, bisa saja cinta tumbuh karena sebab-sebab tertentu. Tetapi cinta itu akan cepat lenyap dengan lenyapnya sebab.”
Saya terkesan dengan kalimat penutupnya, demikian indah, menggugah, dan menginspirasi. Menyajikan infomasi untuk kita hayati dan renungi dalam menjalani hidup ini. Mari simak sekali lagi: “Cinta itu akan cepat lenyap dengan lenyapnya sebab.”
Berarti, mencintai istri atau suami harus dengan sebab (alasan) yang abadi. Apa sebab abadi itu?
Lillah, tulus karena Allah. Dengan begitu akan tampak jelas betapa manis, baik, cantik, dan menariknya pasangan kita.
Yang terpancar dari raut mukanya bukan semata-mata karena keelokan fisik belaka, tapi pesona jiwa memancar darinya.
Maka suami istri yang menghadirkan Allah dalam hatinya, dalam mencintai pasangannya, akan menambah kemesraan dalam hidupnya.
Saat memandang wajah kekasih, terasa tenteramlah jiwanyanya, tenang hatinya, lembut perangainya, ceria suasananya, optimis dampaknya, dan semangat bawaannya. Tentu semakin dekat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mari padukan antara kecantikan lahir dan kecantikan jiwa menjadi satu kesatuan yang utuh. Mencintai pasangan dengan menghadirkan Allah di dalam hati.
Mari syukuri nikmat karunia dari Ilahi. Istriku, jadikan aku yang tertampan di hatimu. Lalu, biarlah engkau menjadi yang tercantik di hatiku. []