Oleh: Imam Nur Suharno
Suatu hari, Ibnu Umar melihat seseorang yang sedang menggendong ibunya sambil thawaf mengelilingi Ka’bah. Orang tersebut lantas berkata kepadanya, “Wahai Ibnu Umar, menurut pendapatmu apakah aku sudah membalas kebaikan ibuku?”
Ibnu Umar menjawab, “Belum, meskipun sekadar satu erangan ibumu ketika melahirkanmu. Akan tetapi engkau sudah berbuat baik. Allah akan memberikan balasan yang banyak kepadamu terhadap sedikit amal yang engkau lakukan.” (Kitab al-Kabair karya adz-Dzahabi).
Kisah di atas memberikan pelajaran berharga kepada kita bahwa setiap anak tidak akan dapat membalas jasa orang tuanya, kecuali ia menemukan orang tuanya sebagai budak, lalu dibeli dan dimerdekakan. (HR Muslim). Dalam hadis lain, “Berbuat baik kepada kedua orang tua itu lebih utama daripada shalat, sedekah, puasa, haji, umrah, dan berjihad di jalan Allah.” (HR Thabrani).
Apakah masih ada kewajiban berbuat baik kepada orang tua setelah keduanya wafat? Sabda Nabi SAW, “Masih, yaitu mendoakannya, memohonkan ampunan untuknya, menunaikan janjinya, memuliakan temannya, dan menyambung hubungan kerabat yang tidak tersambung kecuali dengannya.” (HR Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan al-Hakim).
Sejarah mencatat, banyak orang hebat yang lahir dari seorang ibu yang juga hebat. Kita tidak akan dapat menjadi hebat seperti sekarang tanpa sentuhan darinya. Maka, tak berlebihan jika ada ungkapan, Al-Jannatu tahta aqdami al-ummahat”, surga berada di bawah telapak kaki ibu.
Karena itu, ketika seorang laki-laki berhijrah dari Yaman kepada Nabi SAW dan ingin berjihad. Kemudian, Nabi SAW bertanya, “Apakah di Yaman masih ada kedua orang tuamu?”
“Masih ya Rasulullah” jawab laki-laki itu.
Nabi SAW bersabda, “Kembalilah kepada kedua orang tuamu dan mintalah izin darinya. Jika keduanya memberi izin maka engkau boleh berjihad dan jika keduanya tidak mengizinkan maka berbuat baiklah kepadanya, karena hal itu merupakan sesuatu yang paling baik yang engkau bawa untuk bertemu dengan Allah setelah tauhid.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Lalu, datang laki-laki lain kepada Nabi SAW meminta baiat untuk berangkat hijrah. Ia berkata, “Aku datang kepadamu, sehingga membuat kedua orang tuaku menangis.”
Kemudian Nabi SAW bersabda, “Kembalilah kepada keduanya dan buatlah keduanya tertawa, sebagaimana engkau telah membuat keduanya menangis.” (HR Abu Dawud, Nasa’i, dan al-Hakim).
Ibu memiliki peran yang tak dapat digantikan oleh siapa pun. Dialah yang mencetak generasi unggul. Maka, tidaklah berlebihan jika seorang penyair mengungkapkan, Al-Ummu madrasatun, in a’dadtahaa a’dadta sya’ban thayyiba al-a’raaqi. Ibu itu ibarat sebuah sekolah, apabila kamu persiapkan dengan baik, berarti kamu telah mempersiapkan suatu bangsa dengan dasar yang baik.
Dalam hadis lain, Rasul SAW menempatkan ibu sebagai orang yang paling utama untuk dihormati. Beliau memerintahkan umatnya untuk senantiasa memuliakan ibunya, kemudian menyayangi ibunya. Setelah itu, barulah bapak. Wallahu a’lam. []
Dikutip dari Hikmah Republika edisi 29 Maret 2012 dengan judul: Membalas Kebaikan Ibu.