JAKARTA—Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperhitungkan kemungkinan masih akan ada tsunami susulan yang terjadi di perairan Selat Sunda.
Karena, BMKG menjelaskan pihaknya tidak bisa memprediksi hingga kapan aktivitas Gunung Anak Krakatau akan terjadi.
“Masih akan ada tsunami susulan. Tremor, guncang lereng Gunung Anak Krakatau, kalau itu rontok akan terjadi (tsunami lagi),” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati.
Dengan situasi ketidakpastian tersebut, Dwi mengimbau agar masyarakat jangan kembali ke pantai terlebih dahulu.
Karena, berdasarkan papan pengukuran (tide gauge), hingga kini tremor masih berjalan.
“Jangan kembali sampai ada perkembangan informasi bencana selanjutnya,” ujar dia.
Peristiwa tsunami akibat seismik Gunung Krakatau, jelas Dwi, pernah terjadi pada 1883.
Namun, berbeda dengan bencana saat itu, aktivitas seismik Gunung Anak Krakatau ini tidak langsung mengakibatkan terjadi tsunami.
Pola itu justru mengkhawatirkan, karena tide gauge menunjukkan periode pendek-pendek mirip gempa Palu, Sulawesi Tengah.
Dwi memperkirakan tsunami di perairan Selat Sunda disebabkan karena longsoran guncangan di Gunung Anak Krakatau.
“Yang kami cari, apakah ada tebing lereng yang longsor. Kalau ada, artinya selama ada tremor, longsor masih bisa terjadi,” ujar Dwi.
BACA JUGA: Aa Jimmy Dikabarkan Meninggal Akibat Tsunami Anyer
Sebelumnya, Dwikorita memastikan bahwa terjangan gelombang tinggi yang terjadi di Anyer adalah tsunami. Tipe pola gelombang tsunami tersebut dilaporkan sama seperti bencana di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
“Setelah analisis lanjut gelombang itu merupakan gelombang tsunami,” kata Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam konferensi pers di Kantor BMKG, Jakarta Pusat, Ahad (23/12) dini hari WIB.
Dwi mengatakan, tsunami yang terjadi bukan seperti tsunami biasa yang dipantau BMKG. Tsunami tersebut bukan disebakan aktivitas tektonik akibat tabrakan lempeng gunung, melainkan, tsunami disebabkan aktivitas erupsi gunung api atau aktivitas vulkanis.
“Erupsi tersebut kemungkinan bisa langsung atau tak langsung terjadinya tsunami. Kami perlu lihat lagi kalau sudah terang,” ujar Dwi. []
SUMBER: REPUBLIKA