Oleh: Sumirah, S.Si, M.Si
Pemerhati masalah umat dan ibu rumah tangga
sumirah.said@gmail.com
BARU-baru ini aktris Tara Baso mengunggah foto yang menampilkan dirinya sendiri tanpa busana di akun dunia maya, kemudian menghilang setelah sebelumnya oleh Kemenkominfo dianggap berpotensi melanggar UU ITE dalam pasal kesusilaan. Dalam unggahannya dia mengkampanyekan body positivity, yaitu mengajak orang untuk mencintai tubuhnya dan percaya dengan dirinya sendiri. Dia juga berkampanye mengkritik konstruksi patriarki yang membentuk budaya yang beranggapan tubuh perempuan sebagai sesuatu yang negative dan membenci tubuh perempuan.
Banyak warganet yang mendukung dan merespon positif dengan apa yang dilakukan oleh Tara Baso ini. Bahkan juga ikutan mengunggah foto diri mereka sendiri. Bahkan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate menilai unggahan Tara Basro sebagai bentuk seni dan tidak melanggar pasal kesusilaan dalam ITE. Tapi tak sedikit juga yang berseberangan dengannya bahkan mengecam dan menganggapnya sebagai pornografi.
BACA JUGA: Fatimah bintu Rasulullah, Kesucian Menjaga Aurat dari yang Bukan Mahram
Adapun bunyi Pasal 27 ayat 1 UU ITE adalah sebagai berikut:
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.”
Kalau dicek di KUHP, tidak ada definisi yang jelas tentang kesusilaan. Sementara, dalam UU Anti-Pornografi dijelaskan bahwa sesuatu disebut produk pornografi apabila ada unsur ketelanjangan atau yang mengesankan ketelanjangan. Sementara dalam foto Tara Baso tidak memperlihatkan alat kelamin, makanya antara Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) dan Kemenkominfo yang diwakili oleh juru bicaranya Ferdinandus Setu berbeda tanggapannya.
Kondisi masyarakat saat ini telah terjangkit budaya liberal yaitu budaya kebebasan. Mereka bebas berbuat dan berperilaku. Mereka merasa bahwa tubuh adalah milikku sehingga bebas mau diapakan. Jadi ketika mereka bergaya, bebas mau seperti apapun, berfoto telanjangpun menurut mereka itu adalah kebebasan. Kondisi masyarakat liberal ini justru memunculkan beragam penghinaan terhadap perempuan dengan beragam bentuknya, baik pelecehan seksual, penghinaan, bullying, dsb yang disebut sebagai body shamming. Karena adanya body shamming ini maka muncullah body positivity.
Bagaimana Islam Memandang
Islam telah jelas memandang tentang tubuh perempuan. Seluruh tubuh perempuan adalah aurat seperti dalam hadits riwayat Muslim. “Aisyah ra telah menceritakan, bahwa Asma binti Abu Bakar masuk ke ruangan wanita dengan berpakaian tipis, maka Rasulullah saw pun berpaling seraya berkata, “Wahai Asma’ sesungguhnya perempuan itu jika telah balig tidak pantas menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, sambil menunjuk telapak tangan dan wajahnya.” (HR Muslim).”
Hal ini menunjukkan bahwa tubuh perempuan dilarang untuk ditampakkan kecuali wajah dan telapak tangan. Ada perintah untuk menutup tubuh dalam QS al Ahzab ayat 59 “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
BACA JUGA: Suara Wanita adalah Aurat? Begini Penjelasannya
Dan ada juga perintah untuk menutup kain kerudung sampai kedada yang tertuang dalam QS an Nur ayat 31, “Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”
Islam telah lebih dulu memuliakan wanita dengan menyuruhnya menutup aurot. Tidak perlu body positivity yang justru sebagai bentuk pornografi dengan memamerkan tubuhnya dengan telanjang. Jika dianalogikan wanita sebagai sebuah permen. Permen yang tanpa bungkus, kelihatan bentuk dan warnanya adalah wanita yang memamerkan anggota tubuhnya, sedangkan permen yang dibungkus adalah wanita yang menutup aurot dengan jilbab dan kerudung. Pilih mana? Pasti pilih permen yang berbungkus, kan?
Jadi ketika masyarakat mengambil Islam sebagai pedoman dalam memosisikan perempuan maka tidak akan pernah terjadi body shamming dan tidak perlu body positivity yang justru mengarah ke pornografi dan pornoaksi. []
OPINI adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.