SUATU hari saya melihat dengan seorang kawan guru dari kejauhan, ibu muda cantik menggendong bayi. Turun dari mobil mewah, menurunkan anak usia TK, membuka bagasi menurunkan tas anak. Nampak sekali dia sangat kerepotan. Suaminya duduk manis saja di dalam mobil. Hmmmm gemes kan hahahaha.
Beberapa kali kawan saya yang seorang ibu juga cerita, betapa setiap hari repot urus anak dan rumah terutama di pagi hari. Suami asyik tumpang kaki, abai seolah semua baik-baik saja. Hmmmm bener- bener ini masalah kerja otak yang nggak selesai diurus sejak kecil. Duuuh keki.
BACA JUGA: Renungan untuk Para Suami
Hari ini seperti hari hari lalu, jika berkegiatan bersama anak selalu saja ada momen yang membuat hati terenyuh. Saya dan suami sedang diskusi tentang kuda-kuda di lokasi Outbound kami kali ini. Lalu hujan nampak akan segera turun, saya umumkan kita segera beranjak.
Seorang ibu guru bersama beberapa murid hendak bergerak. Dia memiliki bayi 10 bulanan dan menjinjing tas lumayan terlihat sedikit kerepotan. “Bu, boleh aku bantu”, ujar seorang anak lelaki kelas 5. ” Boleh, terimakasih ya”, kata gurunya.
Suami bilang, “hebat ya Mi, itu anak empati pisan”. “Iya Alhamdulillah” tukas saya. Segera saya ambil gambar mereka dari belakang. Dalam hati berdo’a, semoga kelak saat dia jadi suami keluarga mereka akan bahagia. Sakinah mawadah warahmah. Dia bisa empati kepada istrinya, membantu meringankan beban istri, berbicara dalam setiap keadaan. Tidak mentang- mentang jadi suami.
BACA JUGA: Bolehkah Suami Menyusu kepada Istrinya?
Semoga kelak dia jadi pemimpin keluarga yang menyenangkan bagi istri dan anak-anaknya. Akan memodelkan sikap akhlaq yang mulia pada keluarganya. Anggota keluarganya bahagia memiliki suami dan ayah seperti dia. Aamiin.
Di sekolah, kami bangun empati ini melalui 3 cara. Model, Habit dan Insight. Pergi jauh dari sekolah hanya guru dan anak-anak saja semakin membangun sikap sikap akhlaq mulia. Semoga bisa terus Istiqomah. []
Oleh: Widianingsih Idey Widia