TANYA: Anak saya dilatih untuk puasa sampai dzuhur. Boleh tidak seperti itu? Atau tidak puasa sekalian saja?
JAWAB: Pengertian puasa secara syar’i adalah menahan diri untuk tidak melakukan makan, minum, hubungan badan dan pembatal puasa lainnya, dari terbit fajar hingga maghrib dalam rangka ibadah.
Pengertian ini berdasarkan firman Allah yang menjelaskan batasan puasa,
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Makan dan minumlah kalian sampai betul-betul jelas bagi kalian benang putih di atas benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam,” (QS. al-Baqarah: 187).
Orang yang tidak makan, tidak minum kurang dari batasan itu, tidak bisa disebut puasa.
Bagaimana jika itu untuk latihan?
Dalam rangka pembelajaran, ada banyak hal yang dibolehkan, yang jika dilakukan dalam kondisi normal, itu dilarang. Sebagai contoh, para ulama membolehkan membedah jasad mayit non-muslim dalam rangka pembelajaran dunia kedokteran.
Karena itu, anak kecil yang hendak berlatih puasa, bisa sampai dzuhur. Benar ini tidak terhitung puasa. Tapi ini dalam rangka latihan. Terlebih ketika yang melakukannya anak yang belum mukallaf.
Hanya saja, jangan lupa untuk diberi pemahaman, bahwa puasa yang benar itu sampai maghrib.
Sekalipun tidak sempurna puasanya, yang lebih baik tetap mengajak anak untuk berpuasa. Untuk membiasakan mereka dengan ibadah puasa. Seperti ini yang dicontohkan para sahabat, ketika pertama kali mereka diwajibkan puasa.
Sahabat Rubayyi’ binti Mu’awwidz menceritakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus seseorang pada pagi hari di hari Asyura (10 Muharram) ke salah satu perkampungan Anshor, untuk mengumumkan,
مَنْ أَصْبَحَ مُفْطِرًا فَلْيُتِمَّ بَقِيَّةَ يَوْمِهِ ، وَمَنْ أَصْبَحَ صَائِمًا فَلْيَصُمْ
“Barangsiapa yang tidak berpuasa di pagi hari, maka hendaklah ia sempurnakan di sisa hari ini dengan berpuasa. Barangsiapa yang berpuasa di pagi harinya, hendaklah ia tetap berpuasa.”
Ar Rubayyi’ melanjutkan,
“Kami berpuasa setelah itu. Dan kami mengajak anak-anak kami untuk berpuasa. Kami membuatkan untuk mereka mainan dari bulu. Jika saat puasa mereka ingin makan, maka kami berikan pada mereka mainan tersebut. Akhirnya mereka terus terhibur sehingga mereka menjalankan puasa hingga waktu berbuka.” (HR. Bukhari 1960).
Ibnu Battol rahimahullah menjelaskan,
أجمع العلماء أنه لا تلزم العبادات والفرائض إلا عند البلوغ ، إلا أن كثيرًا من العلماء استحبوا أن يدرب الصبيان على الصيام والعبادات رجاء بركتها لهم ، وليعتادوها ، وتسهل عليهم إذا لزمتهم
“Para ulama sepakat bahwa ibadah dan kewajiban lainnya, hukumnya tidak wajib kecuali jika seseorang sudah baligh. Namun mayoritas ulama menganjurkan agar anak dilatih berpuasa dan melakukan ibadah supaya mereka mendapatkan keberkahan ibadah itu, dan agar mereka terbiasa, serta mudah melakukannya ketika sudah wajib baginya,” (Syarh al-Bukhari, 7/125).
Allahu a’lam. []
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Sumber : www.Konsultasisyariah.com