JIN memang diakui keberadaannya dalam syariat. Sayangnya, persoalan seputar jin banyak disikapi masyarakat sebagai hal yang berbau klenik dan mistis. Bahkan belakangan, topik jin dan alam ghaib menjadi salah satu komoditi yang menyesaki tayangan berbagai media.
Fenomena alam jin akhir-akhir ini menjadi topik yang ramai diperbincangkan dan hangat di obrolan teman-teman. Mengunggah keinginan banyak orang untuk mengetahui lebih jauh dan menyingkapi tabir rahasianya, terlebih ketika mereka banyak menonton di tayangan-tayangan (televisi/you tube) yang berbau alam ghaib. Lebih parah lagi, pembahasan seputar itu tak lepas dari pemahaman mistik yang menyesatkan dan membahayakan aqidah. Padahal alam ghaib, jin, dan sebagainya merupakan perkara yang harus diimani keberadaannya dengan benar.
BACA JUGA: 5 Contoh Nyata Minta Bantuan pada Jin
Jin berasal dari kata “janna-ijtinan”, dalam bahasa Arab berarti sembunyi karena itu mereka tak terlihat (QS, Al-A’raaf: 27).
Jin diciptakan dari api, tidak seperti manusia yang berasal dari sari pati tanah (QS al-Hijr:27, dan QS, ar-Rahman: 15).
Usia jin lebih tua dari manusia karena diciptakan lebih awal. Jin diciptakan setelah malaikat. Usia jin bisa mencapai ribuan tahun. (QS, Al-Hijr: 26-27).
Seputar Jin: Keagamaan Kaum Jin
Jin tak jauh berbeda dengan Bani Adam. Di antara mereka ada yang shalih dan ada pula yang rusak lagi jahat. Seperti Allah berfirman dalam surah Al-Jin :
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang shalih dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Adalah kami menempuh jalan yang berbeda-beda” (QS, Al-Jin: 11).
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang taat dan ada (pula) orang-orang yang menyimpang dari kebenaran.” (QS, Al-Jin: 14)
Di antara mereka ada yang kafir, jahat dan perusak, ada yang bodoh, ada yang sunni, ada golongan syi’ah, serta ada juga golongan sufi.
BACA JUGA: Apakah Malaikat akan Mati sebagaimana Manusia dan Jin?
Seputar Jin: Mendakwahi Jin
Dakwah memiliki kedudukan yang sangat agung. Dakwah merupakan bagian dari kewajiban yang paling penting yang diemban kaum muslimin secara umum dan para ulama secara lebih khusus. Dakwah merupakan jalan para rasul, di mana mereka merupakan teladan dalam persoalan yang besar ini.
Karena itulah Allah mewajibkan para ulama untuk menerangkan kebenaran dengan dalilnya dan menyeru manusia kepadanya. Sehingga keterangan itu dapat mengeluarkan mereka dari gelapnya kebodohan, dan mendorong mereka untuk melaksanakan urusan dunia dan agama sesuai dengan apa yang telah diperintahkan Allah.
Seputar Jin: Adakah Rasul dari Kalangan Jin?
Para ulama berselisih pendapat tentang masalah ini, apakah dari kalangan jin ada rasul, ataukah rasul itu hanya dari kalangan manusia? Sementara Allah berfirman:
“Wahai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatku dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuan-mu dengan hari ini?” Mereka berkata: ‘Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri’. Kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir.” (Al-An’am: 130).
Katakanlah: “tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila (kapan) mereka akan dibangkitkan (QS. An-Naml: 65).
Dia adalah Tuhan yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada Rasul yang di ridhainya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmunya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu (QS. Al-Jin: 26-28).
BACA JUGA: 9 Tips Jauhkan Rumah dari Gangguan Jin
Manusia diperintahkan oleh Allah SWT untuk melakukan muamalah (pergaulan) dengan sesama manusia, karena tujuan hubungan sosial adalah untuk melahirkan ketenangan hati, kerja sama yang baik, saling percaya, saling menyayangi dan saling memberi. Semua itu dapat berlangsung dan terwujud dengan baik, karena seorang manusia dapat mendengarkan pembicaraan saudaranya, dapat melihat sosok tubuhnya, berjabatan tangan dengannya, melihatnya gembira sehingga dapat merasakan kegembiraan nya, dan melihatnya bersedih sehingga bisa merasakan kesedihannya.
Allah swt mengetahui fitrah manusia yang cenderung dan merasa tenteram bila bergaul dengan sesama manusia, oleh karena itu, Dia tidak pernah menganjurkan manusia untuk menjalin hubungan dengan makhluk ghaib yang asing bagi manusia. []
Oleh: Ilham Hambali