ISLAM adalah satu-satunya agama yang diridhai Allah SWT. Islam mengatur pemeluknya untuk beradab dalam segala hal. Termasuk dalam melakukan transaksi jual beli atau berniaga. Tujuannya tak lain agar semua aktifitas seorang muslim diridhai Allah SWT.
Berniaga atau jual beli, adalah salah satu bentuk muamalah yang disyariatkan oleh Islam. Melalui jalan berniaga, pintu-pintu rezeki akan dapat dibuka sehingga karunia Allah terpancar dari.
Dalam perniagaan, ada yang dinamakan keuntungan dari harga jual suatu barang. Pertanyaannya, apakah boleh seorang muslim mengambil untung dalam jual-beli dengan nominal yang besar?
BACA JUGA: Emang Tukang Dagang Pun Tetap Semangat Berjualan
Islam membolehkan seseorang penjual mengambil keuntungan sekalipun mencapai 100% dari modal atau bahkan lebih dengan syarat tidak ada ghisyy (penipuan harga maupun barang).
Dalam jual beli yang penting saling ridha. Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ۚ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” (QS. An-Nisaa’: 29)
Pada dasarnya kaidah-kaidah agama tidak mengikat para pedagang dalam perkara jual-beli harta mereka selagi sesuai dengan ketentuan-ketentuan umum dalam syariat.
Nabi SAW bersabda:
عَنْ عُرْوَةَ – يَعْنِى ابْنَ أَبِى الْجَعْدِ الْبَارِقِىِّ – قَالَ أَعْطَاهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- دِينَارًا يَشْتَرِى بِهِ أُضْحِيَةً أَوْ شَاةً فَاشْتَرَى شَاتَيْنِ فَبَاعَ إِحْدَاهُمَا بِدِينَارٍ فَأَتَاهُ بِشَاةٍ وَدِينَارٍ فَدَعَا لَهُ بِالْبَرَكَةِ فِى بَيْعِهِ فَكَانَ لَوِ اشْتَرَى تُرَابًا لَرَبِحَ فِيهِ
Dari ‘Urwah, yaitu Ibnu Abil Ja’di Al-Bariqiy, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberinya satu dinar untuk membeli satu hewan qurban (udhiyah) atau membeli satu kambing. Lantas ia pun membeli dua kambing. Di antara keduanya, ia jual lagi dan mendapatkan satu dinar. Kemudian ia pun mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa satu kambing dan satu dinar. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakannya dengan keberkahan dalam jualannya, yaitu seandainya ia membeli debu (yang asalnya tidak berharga sekali pun, -pen), maka ia pun bisa mendapatkan keuntungan di dalamnya. (HR. Abu Daud, no. 3384 dan Tirmidzi, no. 1258. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari bahwa Zubair bin Awwam radhiyallahu ‘anhu semasa hidupnya membeli sebidang tanah di pinggiran kota Madinah seharga 170.000 keping uang emas. Setelah ia wafat, tanah itu dijual oleh anaknya, yaitu Abdullah seharga 1.600.000 dinar. Keuntungan yang diambil oleh Abdullah dalam penjualan ini hampir mencapai 1000%.
BACA JUGA: 3 Sifat Ini Wajib Dimiliki Pedagang Jika Tidak Ingin Rugi di Dunia dan Akhirat
Maka kesimpulannya adalah, tidak ada batasan batas keuntungan yang harus ditaati oleh para pedagang. Persentase laba diserahkan kepada kondisi perniagaan, pedagang, dan barang dengan tidak melupakan adab Islami, seperti: qanaah (merasa cukup), belas kasihan, dan tidak tamak.
Namun yang wajib diingat oleh para pedagang adalah transaksi yang terbebas dari ghisysy (penipuan), rekayasa barang, rekayasa harga, dan rekayasa laba, serta terbebas dari menimbun barang yang menzalimi kepentingan umum maupun khusus. []
SUMBER: RUMAYSHO