SEBAGIAN anak muda zaman sekarang selalu berpikiran bahwa menikah itu mahal. Seperti, biaya sewa gedung, baju pengantin dan biaya hidup setelah menikah. Terlebih lagi, jika si laki-laki masih berstatus mahasiswa.
Karena biaya kuliahpun masih ditanggung orang tua, kebanyakan dari mereka meredam niatnya untuk menikah. Padahal menikah dianjurkan agar kita terhindar dari perbuatan zina.
Lalu, bolehkah kita menikah tapi tinggal berpisah dan biaya kuliah ditanggung orangtua masing-masing?
BACA JUGA: Menikah, di Sisi-Mu Aku Bahagia
Ada beberapa catatan yang harus diperhatikan:
Pertama, di zaman ketika syahwat banyak tersebar, dianjurkan untuk menikah muda.
Nabi memerintahkan para pemuda untuk segera menikah. Karena ini solusi untuk meredam syahwat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka segeralah menikah, karena nikah akan lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan.” (Muttafaqun alaihi)
Kedua, bukan syarat dan bukan pula kewajiban dalam Islam bahwa siapapun yang melakukan akad nikah harus segera kumpul dan melakukan hubungan badan. Artinya, boleh saja suami istri berpisah setelah akad nikah, sampai batas waktu sesuai kesepakatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika beliau berusia 7 tahun. dan Beliau baru kumpul dengan Aisyah, ketika Aisyah berusia 9 tahun.
BACA JUGA: Benarkah Tak Boleh Menikah di Bulan Muharram?
Dari Urwah, dari bibinya, Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau bercerita, Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikah dengan Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika Aisyah berusia 7 tahun. dan Aisyah kumpul dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau berusia 9 tahun, sementara mainan Aisyah bersamanya. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat ketika Aisyah berusia 18 tahun. (HR. Muslim 3546)
Dalam riwayat lain, Aisyah radhiyallahu ‘anha juga bercerita, “Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menikahiku pada saat usiaku 6 tahun, dan beliau serumah denganku pada saat usiaku 9 tahun.” (Muttafaqun ‘alaih).
Semua riwayat ini dalil bahwa pasangan suami istri yang telah menikah, tidak harus langsung kumpul. Boleh juga mereka tunda sesuai kesepakatan.
Ketiga, menjawab mengenai kewajiban nafkah. Ulama sepakat bahwa suami berkewajiban memberi nafkah istrinya dengan ketentuan:
1. Istri telah baligh
2. Istri tidak nusyuz (ingkar terhadap suami)
3. Istri telah melakukan tamkin min nafsiha (bersedia untuk berhubungan)
Jumhur ulama – Malikiyah, Syafiiyah, dan Hambali – berpendapat, selama istri belum bersedia untuk melakukan hubungan badan atau pisah dengan suaminya karena alasan tertentu, maka sang suami tidak berkewajiban memberi nafkah.
BACA JUGA: Bolehkah Menikah Jarak Jauh?
Dalilnya bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam akad nikah dengan Aisyah saat usia 6 tahun dan Nabi tidak menafkahinya kecuali setelah hubungan badan di usia Aisyah 9 tahun.
Ibnu Qudamah mengatakan, “Bahwa ketika wanita telah menyerahkan dirinya kepada suaminya, karena alasan kewajiban, maka wanita itu berhak mendapatkan nafkah – sebagai kewajiban bagi suaminya – untuk menutupi semua kebutuhannya.” (al-Mughni, 8/195)
Karena itu, setelah mereka melakukan akad nikah, lalu mereka berpisah sampai batas waktu tertentu, nafkah masing-masing boleh tetap ditanggung orang tuanya masing-masing. Setelah mereka kumpul, barulah kewajiban nafkah itu dibebankan ke suami. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH