MENURUT jumhur ulama, yaitu Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah – kecuali Hanafiyyah -, diperbolehkan untuk menjamak shalat karena safar (perjalanan jauh) dan hujan. Adapun menjamak shalat karena sakit, maka menurut imam Malik dan Ahmad bin Hambal hukumnya boleh.
Sedangkan dalam madzhab Syafi’i sendiri terjadi silang pendapat menjadi dua:
1). Tidak diperbolehkan.
Ini merupakan pendapat jumhur ulama Syafi’iyyah dan merupakan pendapat yang masyhur dari mereka, sebagaimana disebutkan oleh Imam Taqiyyuddin Al-Hishni – rahimahullah -dalam kitab “Kifayatul Akhyar” hlm. (140). Syaikh Muhammad Az-Zuhaili memasukkan hal ini dalam kitab “Al-Mu’tamad” –nya (1/486). Mereka berargumentasi, bahwa Nabi beberapa kali jatuh sakit, akan tetapi tidak pernah dinukil bahwa beliau menjamak shalat karenanya. Jika memang boleh, tentu ada periwayatan dari beliau walaupun sekali.
BACA JUGA: Shalat Dijamak, Ini Syarat-syaratnya
2). Diperbolehkan, sebagaimana menjamak shalat karena safar.
Ini merupakan pendapat sebagian ulama Syafi’iyyah, diantara mereka Al-Qadhi Husain, Al-Mutawalli, Ar-Ruyani, dan Al-Khathabi. Menurut imam Ar-Rafi’i, ini merupakan pendapat Imam Malik dan Ahmad bin Hambal. Imam An-Nawawi –rahimahullah- menguatkan pendapat ini (simak : Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab : 4/383). Dalam kitab “Kifayatul Akhyar” hlm. (140) disebutkan :
قَالَ النَّوَوِيّ القَوْل بِجَوَاز الْجمع بِالْمرضِ ظَاهر مُخْتَار فقد ثَبت فِي صَحِيح مُسلم أَن النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم (جمع بِالْمَدِينَةِ من غير خوف وَلَا مطر)
“Imam An-Nawawi menyatakan : Pendapat yang menyatakan bolehnya menjamak salat karena sakit, merupakan pendapat yang dzahir (kuat) dan terpilih. Sungguhnya telah valid di dalam Shahih Muslim : [sesunggunya Nabi menjamak salat di Madinah tanpa sebab takut dan hujan].”
Mereka berdalil, bahwa mafhum mukhalafah (Konsekwensi logis) dari hadis yang disebutkan oleh Imam Al-Hishni tersebut, berarti nabi ﷺ biasa menjamak shalat karena takut. Dan sakit diqiyaskan kepada rasa takut, karena keduanya memiliki ‘illat yang sama, yaitu al-haraj (kesulitan/kesempitan). Pendapat Imam An-Nawawi tersebut di atas, dikomentari secara apik oleh imam Al-Asna’i :
وَمَا اخْتَار النَّوَوِيّ نَص عَلَيْهِ الشَّافِعِي فِي مُخْتَصر الْمُزنِيّ وَيُؤَيِّدهُ الْمَعْنى أَيْضا فَإِن الْمَرَض يجوز الْفطر كالسفر فالجمع أولى
“Pendapat yang dipilih oleh An-Nawawi merupakan pendapat yang telah ditegaskan oleh Imam Asy-Syafi’i dalam “Mukhtashar Al-Muzani”. Hal ini dikuatkan oleh makna yang lain juga, sesungguhnya sakit dibolehkan untuk berbuka puasa seperti seorang musafir. Maka untuk menjamak salat tentunya lebih dibolehkan lagi.”
Selain itu, hal ini diperkuat oleh perbuatan Ibnu Abbas dan dibenarkan oleh Abu Hurairah. Dimana beliau (Ibnu Abbas) pernah mengkhutbahi para sahabat dimulai dari bakda Ashar sampai Matahari tenggelam. Lalu para sahabat gusar seraya menginggatkan beliau tentang shalat Ashar yang belum ditunaikan. Maka saat itu Ibnu Abbas berkata :
أَتُعَلِّمُنِي السُّنَّةَ لَا أُمَّ لَكَ “، ثُمَّ قَالَ: ” رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ، وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ
“Kamu mengajari aku sunnah? Tidak ada ibu bagimu (kalimat cercaan). Aku pernah melihat Rasulullah menjamak antara Dzuhur dan Ashar serta Maghrib dan Isya’ (maksudnya tanpa sebab takut atau hujan, tapi hajat yang mendesak/kesempitan yang ada di dalamnya).”[HR. Al-Baihaqi dalam “Al-Kubra” no : 5553].
BACA JUGA: Menjamak Shalat karena Hujan
Dengan demikian, jika seorang ingin menjamak shalat karena sakit, maka diperbolehkan, berdasarkan : (1) Qiyas, (2) Perbuatan sahabat, yaitu Ibnu Abbas,(3) Fatwa para imam mujtahid yaitu Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, Syafi’i – menurut Al-Muzani -, serta dikuatkan oleh mujtahid tarjih An-Nawawi, (4) Sesuai dengan maqashid syari’ah. Dan kami (penulis) condong kepada pendapat ini.
Bahkan para ulama juga membolehkan untuk menjamak shalat karena rasa takut, lumpur, banjir, angin kencang, dan yang semakna dengannya (silahkan tambahkan sendiri) melalui qiyas, karena ‘illat yang ada di dalamnya sama. Adapun jika tanpa ada sebab sama sekali, maka tidak dibolehkan menurut jumhur ulama’. Wallahu ‘alam. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani