TANYA:
Bolehkah istri menolak ajakan suami untuk berhubungan suami istri ketika tidak ada air untuk bersuci?
Jawab:
Salah satu kewajiban seorang istri adalah melayani suami, termasuk soal kebutuhan biologisnya. Kewajiban ini diterangkan dalam beberapa hadis.
Dari Thalqu bin Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ فَلْتَأْتِهِ وَ إِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ
“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.” (HR. Tirmidzi: 4/387; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 2/199)
BACA JUGA: Bolehkah Jima di Kamar Mandi?
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَ زَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya berada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari: 16/199)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا اَلْمَلآئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ
“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. Bukhari: 11/14)
Dalam ketiga hadis itu disebutkan bahwa seorang istri harus memenuhi kebutuhan suaminya. Pekerjaan apapun tak bahkan dikesampingkan dulu, termasuk urusan dapur bahkan ibadah puasa sekalipun. Ketika suami berkehendak terhadap istrinya, maka sang istri harus memenuhi kehendaknya itu. Dalam hadis dinyatakan, jika dia menolak dan suaminya tidak ridho, maka dia terancam kena laknat malaikat.
Jika urusan pekerjaan dan puasa saja boleh dikesampingkan dulu, tentunya kewajiban untuk melayani suami ini sangat utama bagi seorang istri. Tak ada alasan yang membolehkan istri menolak ajakan suami kecuali uzur atau alasan syar’i.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya:
عن المرأة يجامعها بعلها ولا تتمكن من دخول الحمام لعدم الأجرة وغيرها . فهل لها أن تتيمم ؟ وهل يكره لبعلها مجامعتها والحالة هذه
“Tentang wanita yang diajak berhubungan badan suaminya, sementara tidak memungkinkan baginya untuk masuk ke pemandian, karena tidak memiliki uang untuk bayar biaya masuk atau karena sebab yang lain. apakah dimakruhkan bagi suaminya melakukan jimak dengannya dalam kondisi semacam ini?”
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab:
الحمد لله ، الجنب سواء كان رجلا أو امرأة فإنه إذا عدم الماء أو خاف الضرر باستعماله فإن كان لا يمكنه دخول الحمام لعدم الأجرة أو لغير ذلك فإنه يصلي بالتيمم؛ ولا يكره للرجل وطء امرأته كذلك بل له أن يطأها كما له أن يطأها في السفر ويصليا بالتيمم
“Alhamdulillah. Orang yang junub, baik lelaki maupun wanita, ketika tidak ada air, atau dikhawatirkan membahayakan dirinya ketika menggunakan air, atau tidak bisa masuk pemandian karena tidak memiliki biaya atau karena sebab lainnya, maka dia bisa shalat dengan tayamum. Demikian pula, tidak dimakruhkan bagi suami untuk mengajak hubungan badan istrinya. Dia boleh melakukan hubungan badan dengan istrinya, sebagaimana boleh bagi suami untuk melakukan hubungan badan ketika safar, dan shalat dengan tayamum. (Majmu’ Fatawa, 21/446)
Jadi, tidak ada air bukan penghalang bagi seseorang untuk menghindari hadas, baik besar maupun kecil. Karena Allah telah memberikan pengganti cara bersuci bagi mereka yang tidak memiliki air atau tidak mampu menggunakan air, yaitu dengan tayamum.
BACA JUGA: Berhubungan Malam Hari, Haruskah Langsung Mandi Junub?
Allah SWT berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu…” (QS. al-Maidah: 6)
Pada ayat di atas, Allah menjelaskan 3 bentuk bersuci:
1. Wudhu sebagai alat bersuci untuk hadas kecil.
2. Mandi besar sebagai alat bersuci untuk hadas besar
3. Tayamum sebagai cara bersuci pengganti wudhu dan mandi bagi mereka yang tidak memiliki air, seperti karena safar atau tidak mampu menggunakan air, seperti karena sakit.
Tidak ada ajaran untuk menahan kentut ketika tidak ada air untuk wudhu. Karena ketika tidak ada air, orang yang mengalami hadas kecil bisa tayamum. Demikian pula, tidak ada anjuran untuk menghindari hadas besar (hubungan badan), disebabkan tidak ada air. Karena ketika tidak ada air, mandi besar bisa digantikan dengan tayamum. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH