AZAN dan Iqamat merupakan dua seruan yang dikumandangkan sebelum shalat. Muslim dianjurkan untuk menjawab seruan Azan.
Ketika diucapkan, “Hayya alash-shalah” dan “Hayya alal-falah”, maka jawabannya, “La hawla wa laa quwwata illa billah.” Sedangkan ketika azan subuh dikumandangkan, “Ash-shalatu khairun minan-nauum,” jawabannya “Shadaqta wa bararta.”
BACA JUGA:Â Jarak Azan dan Iqamat
Seperti diketahui, baik azan maupun iqamat biasanya dikumandnagkan oleh seorang pria. Lantas, bolehkah wanita mengumandangkan azan atau iqamat?
Sunat bagi perempuan menjawab Azan dengan lafaz sebagaimana disebutkan di atas. Sekalipun dia dalam keadaan junub, haid, atau pun nifas. Namun, perempuan tidak dituntut mengumandangkan azan. Demikian juga dengan Iqamat.
Jumhur ulama berpendapat, hukum Iqamat sama seperti hukum Azan. Jadi, perempuan tidak dituntut melakukannya.
Ibnu Umar berkata, “Hukumnya dilarang bagi perempuan untuk mengumandangkan azan dan iqamat.” (HR Baihaqi)
Hal ini sebagaimana pendapat Anas, Al Hassan, Ibnu Sireen, Nakh’i, at Thauri, Malik, Abu Tsaur, dan hasil ijtima ulama.
Sementara, Mazhab Maliki berpendapat, jika perempuan melakukan Iqmat untuk shalat, adalah baik. Artinya, boleh atau disukai (sunah). Jika tidak dilakukan pun, dia tidak berdosa. Dia pun tidak boleh melakukan Iqamat bila ada lelaki di dekatnya.
BACA JUGA:Â Sejarah Azan dan Iqamat
Ini sebagaimana pendapat Syafi’i, Ahmad dan ishaq.
Mazhab Syafi’i pun menyatakan hal serupa, yakni perempuan boleh melakukan Iqamat. Jika dia melakukannya maka itu baik.
Ishaq berkata, “Jika kaum perempuan diperbolehkan untuk mengumandangkan azan dan iqamah, maka tidak lah mengapa.”
Dari Aisyah bahwa ia biasa mengumandangkan azan dan iqamah serta menjadi imam shalat bagi jamaah perempuan (HR Baihaqi). []
Referensi: Fiqih Perempuan/Karya: Muhammad ‘Athiyah Khumais/Penerbit: Media Dakwah/Tahun: 2002