Harta istri adalah milik sang istri. Ketika istri ingin mendermakan hartanya, maka sah-sah saja, walau tanpa izin suami.
BERBICARA tentang harta, tentu akan berbicara pula tentang kepemilikannya bukan? Dalam rumah tangga, antara suami dan istri memiliki pengertian harta yang berbeda. Kita ketahui bahwa harta suami merupakan harta istri pula. Sedangkan harta istri, itu mutlak miliknya.
BACa JUGA: Fitnah Harta
Tentunya, harta yang kita miliki itu juga adalah hak orang lain yang membutuhkannya. Jadi, jangan sampai kita memelihara sifat pelit dalam diri. Sebab, hal itulah yang akan membuat kesengsaraan dalam hidup. Sang pemilik harta sesungguhnya -Allah SWT- bisa saja mengambilnya sekaligus dari diri kita, akibat keengganan kita mengeluarkan sedikit harta untuk membantu sesama.
Sebagai seorang istri yang baik dan beriman kepada Allah SWT, maka tidak mengapa jika ia pun ingin mendermakan hartanya. Yang berarti ia memberikan sedikit dari hartanya kepada orang lain yang membutuhkannya. Sebab, hal itu termasuk dalam kategori perbuatan mulia, yang insya Allah diridhai oleh-Nya. Tapi, bagaimana jika seorang istri yang mendermakan hartanya itu tanpa izin dari suaminya?
Diriwayatkan oleh Muslim dari Maimunah binti Harits, Maimunah memerdekakan seorang gadis kecil budak di zaman Rasulullah ﷺ. Lalu, peristiwa tersebut diceritakannya kepada Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ bersabda, “Kalau engkau berikan budak itu kepada bibi-bibimu (akhwaalaki) niscaya pahalanya akan lebih besar bagimu.”
Bukhari meriwayatkannya dengan pakai “TA” ganti “LAM”. Yakni, kata “akhwalaaki” (bibi-bibimu) diganti kata “akhawaataki” (saudara-saudaramu).
Imam Malik meriwayatkannya pula dalam Al-Muwatha’ dengan kalimat, “Athaytahaa ukhtaki (seandainya budak itu engkau berikan kepada saudara perempuanmu).”
Semua riwayat itu shahih, tidak ada perselisihan. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi, Rasulullah ﷺ memang mengatakannya demikian semuanya.
BACA JUGA: Mendekati Allah dengan Harta
Hadis tersebut menunjukkan kepada dua arah.
Pertama, supaya menunjukkan kemauan baik yang sungguh-sungguh terhadap saudara-saudara atau karib kerabat ibu, sebagai hak memuliakan ibu. Dan tindakan itu menjadi tambahan dalam berbuat baik terhadap ibu.
Kedua, seorang istri boleh mendermakan hartanya pribadi tanpa izin suami. []
Sumber: Fiqih Perempuan | Karya: Muhammad ‘Athiyah Khumais | Penerbit: Media Da’wah