DALAM kehidupan sehari-hari, pertanyaan ini sering muncul di kalangan muslimah yang tengah dalam masa haid atau menstruasi. Pertanyaan tersebut bolehkah mereka memegang Al-Qur’an terjemah ketika dalam masa haid itu?
Kami kutip dari konsultasisyariah.com, pertama harus dibedakan dahulu antara dua hal, yakni ada Mushaf al-Qur’an dan ada Kita tafsir al-Qur’an.
Kitab tafsir al-Quran adalah kitab yang berisi penjelasan tentang makna al-Quran, menggali kandungannya, baik dengan bahasa arab maupun bahasa lainnya. Dan umumnya juga dicantumkan ayat al-Quran.
Namun ada yang perlu diperhatikan, para ulama membedakan antara mushaf al-Quran dengan kitab tafsir al-Quran. Mushaf al-Quran memiliki aturan khusus yang tidak berlaku untuk kitab yang lain. Termasuk hukum menyentuhnya.
Karena itu, aturan wanita haid dilarang menyentuh al-Quran, tidak berlaku untuk kitab tafsir.
Menurut jumhur ulama, orang yang hadats – termasuk wanita haid atau orang junub – boleh menyentuh kitab tafsir, membawanya, atau mempelajarinya. Meskipun di sana terdapat ayat-ayat al-Quran. Mereka mengatakan, karena sasaran kitab tafsir adalah makna al-Quran, bukan untuk membaca al-Quran. Sehingga tidak berlaku aturan al-Quran.
Sementara Syafi’iyah menegaskan, bahwa bolehnya menyentuh kitab tafsir, dengan syarat jika tulisan tafsirnya lebih banyak dibandingkan teks al-Quran-nya, sehingga tidak lagi disebut menyepelekan kemuliaan al-Quran. Dan kitab tafsir tidak disebut mushaf al-Quran.
Sementara Hanafiyah memiliki pendapat berbeda, mereka mewajibkan wudhu bagi yang menyentuh kitab-kitab tafsir. (al-Mausu’ah al-Fiqhiyah, 13/97)
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan, untuk kitab tafsir, boleh disentuh, karena terhitung sebagai tafsir. Sementara ayat al-Quran yang ada di sana, lebih sedikit dibandingkan teks tafsirnya.
Dalilnya adalah surat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada orang-orang kafir, sementara di sana ada ayat-ayat al-Quran. Ini menunjukkan, bahwa hukum mengikuti yang dominan. (as-Syarh al-Mumthi, 1/267)
Terkait pendekatan, mengambil hukum berdasarkan yang dominan, ada satu kaidah yang diterapkan Syafiiyah,
الأصل اعتبار الغالب وتقديمه على النادر
Pada asalnya, lebih diunggulkan yang dominan, dan didahulukan dari pada yang tidak dominan. (al-Qawaid al-Fiqhiyah wa Tatbiqatuha fi Madzahib al-Arba’ah, 1/325).
Jadi, bolehkah Wanita Haid Menyentuh al-Quran Terjemah?
Kita masih meninggalkan satu pembahasan, apakah al-Quran terjemah yang ada di sekitar kita, terhitung sebagai al-Quran atau sebagai kitab tafsir?
Dalam aturan menerjemahkan al-Quran, telah kita sampaikan bahwa al-Quran tidak mungkin diterjemahkan. Yang mungkin adalah menerjemahkan maknanya atau tafsirnya.
Dan jika kita perhatikan, dalam al-Quran terjemah, yang lebih dominan adalah teks terjemahannya. Karena itu, al-Quran terjemah lebih dekat dihukumi sebagai kitab tafsir. []