Ustadz, apakah boleh wanita tidak puasa karena hamil dan melahirkan?
Jawab:
Jika wanita tidak Puasa karena hamil dan melahirkan hendaknya ia meng-qadha, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’anul Karim,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِیْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةُ مِنْ أَیَّامٍ أُخَر
“Maka barangsiapa di antara kalian sakit atau bepergian maka hendaknya mengganti pada hari yang lainnya.”
Maka hendaknya ia mengqadha pada waktu yang ia mampui, baik itu setelah setahun atau dua tahun atau bahkan tiga tahun. Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Dan telah terdapat di dalam Sunan (dalam salah satu kitab hadits) dari hadits Anas bin Malik Al- Ka’bi. Ia berkata, “Aku menemui Rasulullah, kemudian Rasulullah berkata, ‘Kemarilah ada makanan’, kemudian aku menjawab, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku sedang dalam keadaan puasa (yakni dia sedang dalam keadaan musafir).’ Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam berkata,
إِنَّ الله وضع عنِ الْم سافِرِ شطْر الصلاَةِ ووضع عنِ
الْم سافِرِ والْحامِلِ وْالمُرضِعِ الصيام
“Sesungguhnya Allah menggugurkan atas orang yang musafir setengah sholat (atau keringanan) shalat dan menggugurkan bagi yang musafir dan bagi yang hamil dan orang yang menyusui dari puasa (keringanan puasa),”
atau yang semakna dengan ini.
Dan yang dimaksud dengan meletakkan di sini adalah meletakkan sementara, berdasarkan ayat,
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِیْضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةُ مِنْ أَیَّامٍ أُخَر
“Barangsiapa di antara kalian yang sakit atau bepergian maka hendaknya mengganti pada hari yang lainnya.”
Sebagian kalangan ulama ada yang mengatakan bahwa jika sudah lewat satu tahun sedang ia belum mengqadha Ramadhan yang pertama maka diharuskan baginya untuk membayar kafarat bersamaan dengan qadha. Atau mengatakan bahwa wajib atas seseorang, siapa saja baik itu dalam keadaan sakit atau keadaan musafir, kemudian lewat satu tahun maka wajib baginya untuk membayar kafarat disertai dengan membayar qadha (menggantinya). Akan tetapi tidak ada dalil di sana baik dari Kitabullah atau Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam, hanya dari sebagian perkataan salafush shalih saja. Dan kita mengambil dengan dhahir ayat bahwasanya Allah Ta’ala tidak mengatakan,
“Barangsiapa di antara kalian yang sakit atau bepergian maka hendaklah ia menggantinya pada hari-hari yang lain. Dan apabila melewati satu tahun sedang ia belum mengqadha maka sedekahlah dia membayar kafarat.”
“Dan tidaklah Rabb-mu ini memiliki sifat pelupa“.
Maka tidak ada baginya kecuali mengqadha saja jika ia mampu walaupun ia lewat tiga kali Ramadhan atau bahkan lebih. Kemudian setelah itu jika ia mampu untuk mengqadha maka mengqadhalah, wallahul musta’an. Dan mengqadha ini tidak mesti berurut-urutan sehingga tidak memberatkan kepadanya.
Jika sekiranya dia berpuasa tiga hari kemudian berbuka pada satu hari sesuai dengan kekuatan dan kemampuan, maka lakukanlah. Maka Aisyah RA mengatakan bahwasanya tersisa padanya sesuatu (puasa) Ramadhan, yaitu disebabkan karena haidh kemudian beliau tidak mengqadhanya kecuali di bulan Sya’ban. Dan yang dimaksudkan oleh Aisyah RA bahwa sesungguhnya qadha ini tidak mesti segera, wallahul musta’an. []