PARA ulama berselisih pendapat tentang boleh tidaknya zakat (mal ataupun fitrah) dialokasikan untuk dakwah ? Jumhur ulama terutama dari kalangan mutaqaddimin (ulama pendahulu) berpendapat tidak boleh. Mereka menyatakan bahwa makna kalimat “Fi sabilillah” (di jalan Allah) dalam surat At-Taubat : 60 maksudnya adalah perang di jalan Allah.
Sebagian ulama yang lain berpendapat boleh. Mereka menyatakan, bahwa makna “fi sabilillah” di sini tidak terbatas pada perang saja, tapi meliputi segala upaya untuk menolonga agama Allah termasuk di dalamnya dakwah di jalan Allah. Diantara mereka adalah Imam Ath-Thabari dalam tafsirnya, sebagian ulama kontemporer di masa ini, serta mayoritas lembaga-lembaga fatwa di dunia Islam saat ini, seperti Darul Ifta’ Al-Mishriyyah, Al-Majma Al-Fiqh Al-Islami – Mekah, Darul Ifta’ Jordan, dan yang lainnya.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” [QS. At-Taubah : 60 ].
Imam Ath-Thabari (w. 310 H) menyatakan:
وَأَمَّا قَوْلُهُ: (وَفِيْ سَبِيْلِ اللهِ) ، فَإِنَّهُ يَعْنِيْ: وَفِيْ النَّفَقَةِ فِيْ نُصْرَةِ دِيْنِ اللهِ وَطَرِيْقِهِ وَشَرِيْعَتِهِ الَّتِيْ شَرَعَهَا لِعِبَادِهِ، بِقِتَالِ أَعْدَائِهِ، وَذَلِكَ هُوَ غَزْوُ الكُفَّارِ
“Adapun ucapan Allah “Fi Sabilillah”, maksudnya biaya dalam menolong agama Allah, jalan-Nya, dan syari’at-Nya yang telah Dia syari’atkan kepada para hamba-Nya dengan cara memerangi musuh-musuhnya. Dan yang demikian itu adalah memerangi orang-orang kafir.” [ Jami’ul Bayan : 14/319 ].
Al-Majma’ Al-Fiqh Al-Islami – Mekah Al-Mukarramah, pada muktamar ke 8 yang diselenggarakan di Mekah, pada tanggal 27 Rabi’ul Akhir dan 8 Jumadil Ula tahun 1405 H keputusan no : (38) menetapkan beberapa masalah, diantaranya masalah pengalokasian zakat kepada kebaikan secara umum dalam lingkup makna fi sabilillah. Dalam muktamar tersebut diputuskan :
لِذَلِكَ كُلِّهِ فَإِنَّ المجلِسَ يُقَرِّرُ- بِالأَكْثَرِيَّةِ الْمُطْلَقَةِ- دُخُوْلَ الدَّعْوَةِ إِلىَ اللهِ تَعَالَى، وَمَا يُعِيْنُ عَلَيْهَا، وَيَدْعَمُ أَعْمَالَهَا، فِيْ مَعْنَى (وَفِي سَبِيلِ اللهِ)، فِيْ الآيَةِ الْكَرِيْمَةِ
“Bersasarkan berbagai pertimbangan ini, maka mayoritas anggata mejelis menetapkan masuknya dakwah kepada Allah dan segala sesuatu yang akan membantu dan menguatkan aktifitasnya dalam makna fi sabilillah di dalam ayat yang mulia ini (At-Taubah : 60).”
Keputusan Majma’ ini mempertimbangkan empat hal, yaitu : (1). Penggunaan lafadz “fi sabilillah” dalam Al-Qur’an dan hadits tidak hanya digunakan untuk makan perang saja, tapi digunakan juga untuk makna kebaikan yang lain, (2). Maksud dari jihad dengan perang untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi, dan ini bisa terjadi juga dengan dakwah. (3). Dakwah di jalan Allah sangat membutuhkan pendanaan, sementara sumber dana untuk hal ini sangat terbatas. (4). Islam tidak hanya memerangi musuhnya dengan senjata, tapi juga memerangi berbagai pemikiran yang menyimpang, baik berupa kekufuran atau kesesatan secara umum.
Dengan demikian, pengalokasian zakat untuk pembiayaan dakwah di jalan Allah diperbolehkan menurut pendapat sebagian ulama dan beberapa lembaga fatwa yang kompatibel dan kredibel dengan mempertimbangkan empat hal yang telah disebutkan di atas. Masih menurut mereka, hal ini juga lebih dekat kepada maqashid syari’at.
Adapun menurut Jumhur ulama, tidak diperbolehkan, karena mereka membatasi makna fi safilillah khusus untuk perang. Karena ini masalah khilafiyyah, tentunya kita harus saling menghormati satu sama lain serta tidak perlu saling mengingkari apalagi menyalahkan. Kaidahnya : “Tidak ada pengingkaran dalam masalah khilafiyyah ijtihadiyyah.”
Wallahu a’lam bish shawab. []
Facebook: Abdulllah Al Jirani