DALAM shalat berjamaah harus ada yang menjadi imam. Namun seseorang yang diamanahi menjadi imam harus memenuhi beberapa syarat dan kriteria. Apa saja syarat dan kriteria menjadi imam?
Menurut Imam As-Syafi’ī, urutan syarat menjadi imam adalah:
1. Orang yang lebih mengetahui Alquran dan lebih banyak hafalannya harus lebih didahulukan.
2. Orang yang lebih faham sunnah atau orang yang lebih punya pengetahuan tentang hal-hal yang
bersifat agama.
BACA JUGA: Dalam islam, Ini 9 Kriteria Imam Shalat
3. Orang yang lebih dahulu hijrah dan yang lebih tua umurnya.
4. Para pengikutnya menambahkan bahwa yang menjadi didahulukan orang yang paling fakih pada urutan ke tiga lalu orang yang paling pandai membaca Alquran, lalu orang yang paling wara’.
5. Orang yang paling utama nasabnya.
6. Orang yang paling baik pola hidupnya.
7. Orang yang paling bersih pakaianya.
8. Orang yang paling bersih pakaianya.
9. Orang yang paling baik suaranya.
10. Orang yang paling bagus wajahnya.
11. Orang yang telah beristri.
Lalu bagaimana jika seorang imam adalah wanita? Apakah hal ini diperbolehkan?
Dalam kitabnya Al-Umm, Imam Syafi’i rahimahullah menjelaskan tentang hal ini. Beliau berkata, “Jika perempuan menjadi imam untuk laki-laki dewasa, perempuan dan anak laki-laki, shalat perempuan dalam shalat berjamaah itu sah.
Sedangkan shalat laki-laki dan anak laki-laki tidaklah sah dikarenakan Allah menjadikan laki-laki sebagai imam bagi perempuan, juga laki-laki adalah wali bagi perempuan. Sehingga jika ada perempuan menjadi imam bagi laki-laki, hal itu tidak dibolehkan sama sekali.
BACA JUGA: Imam Shalat, Penuhi Syarat-syarat Ini
Begitu juga jika wanita menjadi imam untuk khuntsa musykil (orang yang punya kerancuan jenis kelamin ini, disebut ambigous genitalia, pen.), shalat dari khuntsa musykil tersebut tidaklah sah.
Seandainya pula wanita itu menjadi imam untuk khuntsa musykil dan ia belum mengganti shalatnya yang tidak sah tadi, lalu terbukti ternyata orang yang punya kerancuan jenis kelamin tadi adalah wanita, tetap disukai jika orang yang punya kerancuan jenis kelamin mengulangi shalatnya. Jadi, tetap masih dianggap shalat orang tersebut tidaklah sah.” (Al-Umm, 2: 320). Wallahu a’lam. []