JAKARTA–Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) terus mensosialisasikan sertifikasi halal. Tidak terkecuali kepada Usaha Mikro dan Kecil (UMK) yang bergerak pada sektor kuliner. Dalam Seminar Online bertajuk “Sertifikasi Halal UMK” yang digelar Perkumpulan Aliansi Kuliner Indonesia (KUL-IND), BPJPH memberikan cara bagaimana UMK bisa mendapatkan sertifikasi halal.
Hadir sebagai narasumber, Kepala Bidang Registrasi Halal BPJPH, Ahmad Sukandar mengatakan bahwa pemenuhan kebutuhan konsumsi halal bagi umat Islam merupakan bagian dari hak beragama yang wajib dipenuhi. Pemerintah sangat serius dalam penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (JPH) ini.
“Bapak Presiden di acara peluncuran Halal Park 16 April 2019 lalu menyatakan tekad kuat untuk menjadikan industri halal kita sebagai motor pertumbuhan ekonomi, ladang kreativitas, dan produktivitas generasi-generasi muda kita, agar bisa menjadikannya sebagai sumber kesejahteraan umat,” ujar Sukandar, Kamis (30/7/2020).
BACA JUGA: Seafood Halal dan Seafood Haram, Apa saja?
“Bapak Wakil Presiden tegas menyatakan pula bahwa sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia seharusnya mampu menjadi produsen produk halal. Ini mengingatkan bahwa kita semua harus serius dalam memajukan perkembangan produk halal kita, terutama pada sektor UMK,” tambahnya.
Sebagai sektor usaha yang mengakar di tengah masyarakat, UMK memang memiliki peran besar di Indonesia. Kepala Bidang Sertifikasi Halal BPJPH, Amrullah, mengungkapkan hal itu dengan menilik data BPS tahun 2016. UMK yang besarnya 99,9% dari total jumlah usaha di Indonesia memberikan kontribusi PDB sebesar 62,57%, serapan tenaga kerja sebesar 96,5%, serta pendukung komoditi ekspor 16,45%.
“Dengan kontribusi sebesar itu, UMK merupakan pondasi perekonomian nasional kita, termasuk UMK sektor kuliner atau pangan ini,” jelas Amrullah.
Untuk itu, pemerintah terus berupaya mengembangkan UMK pangan melalui pendekatan sistem mutu dan fasilitasi sertifikasi sesuai amanat UU JPH. Pasal 44 UU JPH mengatur, bahwa biaya sertifikasi halal dibebankan kepada pelaku usaha yang mengajukan permohonan sertifikat halal. Namun dalam hal pelaku usaha merupakan usaha mikro dan kecil, maka biaya sertifikasi halal dapat difasilitasi oleh pihak lain.
“Fasilitasi oleh pihak lain tersebut dapat berupa fasilitasi oleh pemerintah pusat melalui anggaran APBN; pemerintah daerah melalui APBD; perusahaan; lembaga sosial; lembaga keagamaan; asosiasi ataupun komunitas,” tambah Amrullah.
Selain biaya, fasilitasi juga dapat berupa penyelia halal, yaitu orang yang bertanggung jawab terhadap proses produk halal (PPH). Fasilitasi ini meliputi keikutsertaan dalam diklat sertifikasi penyelia halal, keikutsertaan dalam uji kompetensi sertifikasi penyelia halal, dan/atau penyediaan penyelia halal.
“Fasilitasi penyelia halal bagi UMK oleh pihak lain tersebut dapat dilakukan oleh kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota, perguruan tinggi negeri, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, lembaga keagamaan Islam, lembaga sosial, asosiasi atau komunitas,” terang Amrullah.
Kepala Subbidang Verifikasi dan Penilaian BPJPH, Nurgina Arsyad, menambahkan, kebijakan JPH selain merefleksikan perlindungan negara bagi masyarakat konsumen, juga berkaitan dengan peningkatan produktivitas dan daya saing produk Indonesia di pasar internasional, terutama produk UMK. Guna menunjang pelaksanaan layanan sertifikasi halal, Kemenag telah membentuk koordinator dan satuan tugas pada Kantor Wilayah Provinsi dan Kab/Kota untuk pelaksanaan layanan sertifikasi halal di daerah.
“Layanan ini terdiri atas layanan pendaftaran untuk mengajukan permohonan baru sertifikasi halal, permohonan pembaruan dan perubahan komposisi bahan, dan juga layanan konsultasi sebagai layanan jasa publik yang diberikan kepada masyarakat untuk mendapatkan informasi, penjelasan, mekanisme dan prosedur proses sertifikasi halal,” terang Nurgina.
Pengajuan permohonan sertifikasi halal dapat dilakukan secara langsung melalui BPJPH atau Satgas Daerah di PTSP Kemenag, melalui email sertifikasihalal@kemenag.go.id, atau melalui sistem informasi halal jika telah dinyatakan mulai berlaku. Saat ini, layanan sertifikasi halal tatap muka dilakukan secara terbatas untuk konsultasi dan konfirmasi pendaftaran, dengan memperhatikan protokol kesehatan COVID-19.
BACA JUGA: Pandemi Bukan Alasan untuk Tinggalkan Gaya Hidup Halal
“Formulir dapat diunduh di www.halal.go.id/infopenting. Untuk pengajuan melalui email, dokumen disatukan dalam satu file berformat pdf berukuran maksimal 8Mb, dengan kode pengiriman Nama Perusahaan_Pendaftaran SH_tanggal pengiriman. Contohnya, PT.Sakura_Pendaftaran SH_19032020,” urai Nurgina.
Ada delapan dokumen permohonan sertifikasi halal:
1. Dokumen permohonan, terdiri atas Surat Permohonan,
2. Formulir Pendaftaran,
3. Aspek Legal Perusahaan seperti salinan NIB atau jika belum ada, dilengkapi dengan NPWP/IUMK/IUI/SIUP/API/NKV,
4. Dokumen Penyelia Halal,
5. Daftar Produk dan Bahan/Menu,
6. Proses Pengolahan Produk,
7. Surat Kuasa jika yang menyerahkan dokumen selain penanggungjawab usaha, dan
8. Sistem Jaminan Halal.
Informasi terkait layanan ini, dapat diakses pelaku usaha melalui www.halal.go.id. Untuk informasi layanan dan konsultasi, BPJPH menyediakan saluran melalui nomor layanan WA 08111171019 dan email layanan sertifikasihalal@kemenag.go.id. []
SUMBER: KEMENAG