JAKARTA—Kepala Humas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf mengatakan, perusahaan akan mengetatkan sanksi terhadap peserta yang masih menunggak iuran, termasuk pekerja bukan penerima upah (PBPU/informal). Ini terkait defisit yang dialami BPJS saat ini.
Iqbal menjelaskan, tunggakan iuran peserta merupakan salah satu penyumbang defisit tersebut.
Berdasarkan data dari Kementerian Keuangan per akhir Oktober 2018 defisit BPJS Kesehatan mencapai Rp 7,95 triliun. Jumlah itu merupakan selisih dari iuran yang terkumpul yakni Rp 60,57 triliun dengan beban Rp 68,52 triliun.
BACA JUGA: Wah, Ribuan Petani di Banten Ikut BPJS
Adapun sumber defisit itu paling besar dari peserta pekerja bukan penerima upah. Segmen peserta itu hanya bisa mengumpulkan iuran sebesar Rp 6,51 triliun. Sementara beban yang ditimbulkan senilai Rp 20,34 triliun, sehingga memiliki selisih Rp 13,83 triliun.
Di samping itu, segmen peserta bukan pekerja juga memiliki selisih Rp 4,39 triliun. Sebab, iuran yang terkumpul Rp 1,25 triliun sementara bebannya Rp 5,65 triliun. Begitu juga dengan pekerja penerima upah (PPU) yang didaftarkan pemerintah daerah juga menyumbang defisit Rp 1,44 triliun karena iuran Rp 4,96 triliun dan bebannya Rp 6,43 triliun.
Justru untuk segmen penerima bantuan iuran (PBI) keuangannya tidak negatif. Tercatat, iuran PBI jumlahnya mencapai Rp 19,1 triliun. Sementara, bebannya cenderung lebih rendah Rp 15,89 triliun. Sehingga menurut Kemenkeu dari PBI justru surplus Rp 3,21 triliun.
Menurut pihak BPJS, satu yang bisa dilakukan untuk membuat peserta informal patuh adalah adanya penguatan regulasi soal sanksi. Salah satunya yakni tidak bisa memproses izin-izin jika belum melunasi tunggakan BPJS Kesehatan.
“Soal keterkaitan izin ini sebetulnya sudah tercantum di PP 86 Tahun 2013, memang ini sudah dipersiapkan bahkan sebelum JKN ada,” jelas Iqbal, Senin (12/9/2018).
Berdasarkan pasal 9 ayat 1 dan 2 sanksi itu meliputi tidak mendapat pelayanan publik tertentu kepada yang dikenai pemneri seperti perizinam terkait usaha, izin yg diperlukan dalam mengikuti tender proyek, izin mempekerjakan tenaga kerja asing dan izin perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dan izin memdirikan bangunan (IMB).
Sementara sanksi yang dikenakan kepada setiap orang, selain pemberi kerja, pekerja dan PBI juga akan terganjal perizinan seperti mengurus IMB, SIM, sertifikat tanah, paspor bahkan STNK.
BACA JUGA: DPR: Defisit Anggaran BPJS Kesehatan Dapat Mengganggu Program JKN
Iqbal pun mengatakan, jika sesuai peraturan maka hal itu seharusnya sudah siap diefektifkan per 1 Januari 2019, sebagaimana amanat Perpres 82/2018.
“Sudah dibicarakan supaya 2019 tidak kelewat lagi kalau orang daftar harus punya kartu (BPJS Kesehatan),” kata Iqbal. []
KONTAN