SUATU hari ada seorang teman yang bertanya, “Bu Wid, boleh gak ya ngajak anak usia 8 tahun dan 4,5 tahun menonton film di bioskop, mau lihat Boboiboy The Movie?”
Saya tersenyum, “Bunda, masalahnya bukan terletak pada boleh atau tidak boleh. Boleh dan tidak ya tergantung Bunda sendiri, karena Bunda orangtuanya. Tapi, setiap kegiatan yang akan kita lakukan bersama anak sebaiknya perlu dipikirkan terlebih dahulu, apa manfaatnya, untuk mengalirkan pengetahuan apa. Upayakan setiap kegiatan mengalirkan pengetahuan yang bermanfaat bagi hidup anak kelak saat dewasa”.
Iya kembali berujar, “Alhamdulillah sudah diingatkan, Bu.”
Tidak jarang para orangtua melakukan kegiatan tanpa makna bersama anak-anak mereka. Hal kecil saja, misal ketika anak baru belajar berjalan, saat membawa anak berjalan diatas rumput, pengetahuan yang seharusnya membangun semua kecerdasan juga pengetahuan yang bermakna bagi hidup anak kelak saat dewasa malah luput.
Orangtua bersama mendampingi anak yang belajar berjalan tersebut, namun orangtua tak melakukan pendampingan bermutu. Alih alih mengalirkan pengetahuan, malah asyik ngerumpi dengan tetangga.
Padahal, saat anak injak rumput, banyak pengetahuan yang bisa dialirkan. Apa warna rumput? Bagaimana rasanya ketika kaki tanpa alas kaki menginjak rumput? Berbagai jenis rumput bisa disebutkan satu persatu oleh ibu, teksturnya bagaimana.
Pun begitu pula ketika menonton bioskop, pikirkan apakah kita akan mengalirkan pengetahuan yang bermanfaat? Saat di bioskop kita tidak akan bisa mengontrol sikap maupun bicara orang lain, bahkan mengontrol filmnya sendiri.
Bukankah dalam Islam, meninggalkan madhorot lebih diutamakan daripada mengambil manfaat? Jika di dalam bioskop lebih banyak hal negatif yang akan masuk ke dalam otak anak, alangkah lebih baiknya orangtua meninggalkannya. Jika memang anak menginginkannya, orangtua bisa mungkin bisa mengunduh materi film tersebut lewat internet dan kemudian mendampinginya ketika menyaksikannya.
Masih banyak kegiatan yang banyak mengandung manfaat bagi otak anak, bisa dilakukan oleh para orangtua.
Manusia hidup dengan memori-memorinya, maka sebaiknya hanya memori positif saja yang kita masukan ke dalam otak anak anak kita. []